Muaro Jambi bukan hanya kompleks candi. Ia adalah potensi yang selama ini tidur. Dan kini, tengah dibangunkan perlahan tapi pasti.
Siang ini, Rabu, 2 Juli 2025, Diskusi Rabuan Series yang diinisiasi Bank Indonesia Perwakilan Jambi bersama Tim Tenaga Ahli Gubernur Jambi (TAG), akan menggulirkan arah baru, menjadikan Candi Muaro Jambi bukan hanya simbol budaya, tapi juga engine ekonomi berbasis pariwisata sejarah dan ekonomi kreatif digital.
Ketua TAG Jambi, Ir. H. Syahrasaddin, M.Si menyuarakan paradigma baru pembangunan Jambi yang berbasis budaya, bertumpu pada wisata sejarah, dan berujung pada kemandirian ekonomi masyarakat.
“Komplek Candi Muaro Jambi memiliki potensi luar biasa sebagai pusat ekonomi baru, bukan hanya dari aspek pariwisata tapi juga dari ekonomi kreatif, UMKM, dan ekspor jasa budaya digital,” ujar Syahrasaddin, dalam paper yang akan disampaikannya siang ini.
Komplek yang berdiri sejak abad ke-7 ini merupakan situs Buddha terbesar di Asia Tenggara, dengan lebih dari 80 struktur candi, kanal kuno, hingga pemukiman ribuan tahun silam. Luasnya mencapai ±3.981 hektar—harta tak ternilai yang hanya berjarak 30 menit dari Kota Jambi.
Namun hingga kini, akses jalan, fasilitas wisata, dan pengelolaan terpadu masih menjadi PR besar. Karena itu, menurut Syahrasaddin, kunci dari kemajuan Candi Muaro Jambi terletak pada restorasi fisik dan konservasi cagar budaya. Kemudian perlunya penataan zonasi wisata, pemberdayaan masyarakat lokal melalui pelatihan pemandu, pengembangan kuliner dan kerajinan berbasis budaya.
Lalu perlunya pembangunan homestay dan ekosistem digital dan promosi terpadu lewat branding “The Heritage of Melayu”.
“Kita tidak bisa lagi membiarkan kawasan ini dikelola seadanya. Kita harus membangun ekosistem yang mampu menciptakan nilai tambah ekonomi,” tegasnya.
Dalam papernya, Syahrasaddin menekankan pentingnya kolaborasi multipihak, yakni pemerintah pusat dan daerah, kementerian teknis, BUMN, swasta, perguruan tinggi, serta komunitas budaya. Tujuannya? Menjadikan CMJ sebagai laboratorium sejarah yang hidup—dan sekaligus sumber kehidupan masyarakat.
Tapi tantangannya nyata. Mulai dari minim anggaran restorasi dan promosi, kesadaran publik terhadap pelestarian rendah, SDM wisata yang belum mumpuni.
Solusinya?
"Perluasan pendanaan dari APBN, APBD dan CSR, edukasi pelestarian, serta sertifikasi tenaga wisata lokal agar tak lagi tergantung pada sumber daya luar," tegasnya.
Jika transformasi ini berhasil, Muaro Jambi bisa menjadi seperti Borobudur atau Ayutthaya—pusat budaya yang juga menjadi jantung ekonomi kawasan. Dan di tengah tekanan atas ketergantungan fiskal dan menurunnya sektor batubara, pariwisata sejarah adalah harapan baru Jambi yang paling realistis, berkelanjutan, dan membanggakan.
Komplek Candi Muaro Jambi bukan barang mati. Ia adalah aset hidup yang menanti disentuh visi dan strategi. Dan kini, lewat dorongan TA Gubernur dan Bank Indonesia, tonggak itu sedang diletakkan.
Beranikah kita menjadikan warisan ini sebagai lokomotif ekonomi? Atau cukup puas menjadikannya latar foto dan cerita dongeng?
Jawaban ada di pilihan pemimpin, kebijakan, dan keberanian masyarakatnya. Candi itu menunggu. Jangan sampai generasi depan hanya mewarisi puing, bukan peluang.(*)
Comments
Perluasan candi Muaro Jambi…
Perluasan candi Muaro Jambi memang sangat baik,tp jika memindahkan warga yg terlanjur tinggal di sekitar warga ..kasihan warganya karena perluasan candi .jika di luas..gantilah tempat tinggal mereka ke tempat yg layak dan warga tidak rugi
Perluasan candi Muaro Jambi…
Perluasan candi Muaro Jambi memang sangat baik,tp jika memindahkan warga yg terlanjur tinggal di sekitar warga ..kasihan warganya karena perluasan candi .jika di luas..gantilah tempat tinggal mereka ke tempat yg layak dan warga tidak rugi
Bisa mengancam akudah arab…
Bisa mengancam akudah arab melayu di seberang yg sudah berbasis islam
Pemda harus pertimbangkan…
Pemda harus pertimbangkan dan yakinkan, bahwa candi yg direvitalisasi bukannuntukbtempat ibadah, bahaya
Add new comment