Beersheba hancur. Natanz terbakar. Tel Aviv terluka. Dan dunia was-was. Perang Iran–Israel tak lagi sekadar isu regional. Ini sudah berubah menjadi detonator global. Dan di balik kepulan asap drone dan rudal, dubai tengah waspada, Apakah Perang Dunia Ketiga akan benar-benar meletus jika Amerika ikut campur?
Sejak 13 Juni 2025, Israel melancarkan operasi udara masif ke pusat-pusat nuklir Iran. Arak, Natanz, bahkan situs bawah tanah Fordow jadi sasaran.
Iran membalas. Rudal balistik menghantam Beersheba dan Tel Aviv, melukai lebih dari 240 orang. Sistem pertahanan Israel kalang kabut.
“Ini bukan Gaza. Ini Tel Aviv,” tulis seorang netizen Israel di Twitter/X.
Sementara itu, ribuan warga Iran mengungsi. Internet padam. Kota-kota besar remuk dalam sunyi.
Di balik itu semua, Amerika Serikat menatap peta. Dan dunia menatap Amerika.
Peringatan datang dari Moskow. Duta besar Rusia untuk PBB secara terbuka mengancam AS jangan ikut campur.
“Dunia kini tinggal milimeter dari bencana nuklir global, jika AS benar-benar menyerang Iran,” ujarnya.
China tak kalah keras. Beijing menyebut serangan Israel sebagai "agresi tak beralasan terhadap kedaulatan Iran". Mereka mendesak de-eskalasi.
Namun, Gedung Putih diam. Sumber diplomatik menyebutkan, Presiden Trump tengah mempertimbangkan serangan langsung ke Fordow, pusat nuklir bawah tanah Iran. Opsi militer tengah disimulasikan Pentagon.
Sebuah editorial di The Times menyebut.
"Israel sudah mengerjakan sebagian besar tugas. Trump tinggal menyelesaikannya."
Kabar terkini dari perang Israel vs Iran menunjukkan, eskalasi terbuka dengan rudal, drone, dan cyberwar.
Aktivasi Hezbollah di Lebanon, milisi Houthi di Yaman, dan pasukan pro-Iran di Irak sudah mulai bergerak. Target mereka pangkalan AS dan sekutu Israel.
Jika AS menyerang Iran secara langsung dan Rusia/China bereaksi militer, maka dunia memasuki zona merah. Perang dunia ketiga alias WWIII bukan fiksi. Armagedon akan menjadi kenyataan.
Perang ini tampak jauh dari Jakarta. Tapi dampaknya menembus dapur rakyat.
Harga minyak melonjak, mendekati USD 100/barel. Jika Selat Hormuz ditutup, harga bisa tembus USD 150. Subsidi energi Indonesia bisa jebol. Harga BBM naik. Inflasi menyeret daya beli.
Rupiah melemah ke Rp 16.300/USD. IHSG volatile. Emas menjadi buruan rakyat. Di media sosial, solidaritas terhadap Palestina memuncak. Tapi juga diikuti narasi kebencian dan potensi disinformasi.
Trump segera mengumumkan keterlibatan militernya secara langsung.
Jika Amerika turun tangan, maka milisi Syiah di Timur Tengah akan menyerang pangkalan AS. Rusia dan China bisa naikkan level bantuan ke Iran. NATO bisa terlibat. BRICS bisa bereaksi. Maka api tak lagi bisa dipadamkan. Akankah kiamat sudah dekat?
Add new comment