Jejak Hitam PT Pulau Bintan Bestari: Langganan Blacklist, Terbelit Kasus di Polda Sumbar, Kini Menang Tender Proyek Rp 20,5 M di Tebo, Kok Bisa?

WIB
IST

Kabupaten Tebo dengan Bupati yang baru berusia 100 hari tengah diuji integritasnya. Saat ini, publik sedang menyoroti proyek rekonstruksi jalan dan tanggul sungai di Desa Pagar Puding, Kecamatan Tebo Ulu senilai Rp 20,5 miliar.

Perusahaan pemenang tender, PT Pulau Bintan Bestari, rupanya memiliki rekam jejak hitam dan sedang dijatuhi sanksi daftar hitam nasional dari LKPP. Yang menjadi pertanyaan kenapa Pokja ULP Tebo tetap meloloskan perusahaan yang jelas-jelas bermasalah?

Dalam upaya menyelami kebenaran di balik nama ini, kami tim Jambi Link menelusuri mendalam jejak hitam perusahaan ini. Inilah hasilnya.

Fakta-fakta yang kami telusuri bukan sekadar anomali administratif. Ini adalah rangkaian peristiwa yang saling terhubung. Data menunjukkan bahwa proses tender proyek bernilai Rp 20.474.720.652,78 di Tebo ini dipenuhi kejanggalan yang terlalu serius untuk diabaikan.

Alokasi anggaran proyek ini ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tebo. Proses tender berlangsung di Pokja ULP Tebo. Metodenya, sistem gugur. Pemenangnya, PT Pulau Bintan Bestari, sebuah perusahaan yang mencantumkan alamatnya di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Kontrak diteken pada rentang waktu 29 April hingga 1 Mei 2025. Artinya, pada momen itu, seluruh proses evaluasi dokumen, verifikasi kualifikasi, hingga negosiasi harga sudah rampung. Maka seharusnya, tak ada celah untuk Pokja ULP dan PPK untuk luput dalam melihat jejak legal dan administratif penyedia.

Tapi justru di situlah awal persoalannya.

Tak berselang lama setelah kontrak diteken, tepat pada 9 Mei 2025, LKPP menetapkan PT Pulau Bintan Bestari masuk dalam daftar hitam nasional. Sanksi ini dijatuhkan oleh Kementerian Perhubungan RI, karena perusahaan ini gagal dalam menuntaskan proyek pembangunan Gedung Asrama C Politeknik Pelayaran Sumatera Barat senilai Rp 40 miliar. Proyek besar ini menggunakan anggaran tahun 2024.

Artinya, proses pemutusan kontrak oleh PPK Poltek Pelayaran dan pencatatan ke sistem blacklist LKPP telah berlangsung sebelum tanggal penetapan sanksi formal. Artinya, informasi wanprestasi itu sudah tersedia dan seharusnya diantisipasi oleh Pokja ULP Tebo saat proses evaluasi.

Tapi, mengapa tak ada yang bertanya?

Mengapa perusahaan dengan konflik hukum, pelanggaran teknis, dan jejak kegagalan—masih saja dinyatakan “layak” memenangkan proyek puluhan miliar di Tebo?

Jika hanya satu proyek yang bermasalah, kita mungkin bisa menyebutnya sebagai celah administratif. Tapi bila kita lihat lebih luas, ini bukan peristiwa tunggal. Ini pola.

PT Pulau Bintan Bestari bukan hanya gagal di satu proyek. Sebelumnya, perusahaan ini juga masuk blacklist nasional pada 2023 dalam kasus proyek Pengadaan Pembangunan Fisik BLK UPTP Pekanbaru senilai Rp 20 miliar. Sanksi berlangsung dari 23 Januari 2023 hingga 22 Januari 2024.

Ini menunjukkan bahwa PT Pulau Bintan Bestari sudah langganan kena blacklist. Punya rekam jejak bermasalah.

Dan pada proyek Poltek Sumbar itu, kasusnya lebih jauh lagi. Hingga Juni 2025 ini, masalah PT Pulau Bintan Bestari di Poltek Sumbar belum selesai. Bahkan, perusahaan ini tengah dilaporkan secara pidana oleh rekanan mitra kerjanya sendiri. Dugaan penggelapan, pembayaran yang tidak ditunaikan, dan pelanggaran kontrak menyeluruh. Semuanya aktif dan terekam dalam dokumen publik.

Kita kembali ke proyek jalan dan tanggul Rp 20,5 miliar di Tebo.

Meski sanksi blacklist secara formal aktif 9 Mei, atau seminggu pasca kontrak proyek diteken, namun proses pemutusan kontrak dan pencatatan blacklist sudah berlangsung jauh sebelumnya. Dan seharusnya ini jadi bahan evaluasi Pokja.

Perusahaan ini bukan baru sekali bermasalah. Bukan satu kali gagal. Bukan hanya satu titik kelalaian. Yang mereka tinggalkan adalah jejak panjang dari proyek-proyek yang berujung kegagalan, pelanggaran, bahkan laporan pidana.

Setelah masa blacklist itu berakhir, tak terlihat ada upaya koreksi atau pembenahan serius. Yang muncul justru siklus baru dari pelanggaran yang lebih kompleks.

“Kami sudah menunggu dengan itikad baik, tapi uang tidak dibayarkan. Kami laporkan,” ujar perwakilan PT Orang Kaya Tua, mitra kerja mereka di proyek tersebut, saat melapor PT Pulau Bintan Bestari ke Polda Sumbar.

Masalah ini dilaporkan secara resmi ke Polda Sumatera Barat, dengan nomor laporan LP/B/90/V/2025/SPKT.
Terlapor adalah direktur utama PT Pulau Bintan Bestari.

Dugaan yang dilaporkan penggelapan dana proyek, tidak membayar tenaga kerja, dan penyalahgunaan jabatan dan perjanjian kerja sama.

Seluruh kejadian itu sudah tercatat dan bisa diverifikasi. Pertanyaannya: mengapa semua itu tak pernah dihitung oleh Pokja ULP saat perusahaan ini kembali ikut tender proyek Rp 20,5 miliar di Kabupaten Tebo?

Kecerobohan ini bukan sekadar teknis. Ini menunjukkan lemahnya verifikasi data, atau lebih parah pembiaran sistemik.

Gelombang protes kini datang dari berbagai kalangan. Tokoh masyarakat, aktivis antikorupsi, hingga warga Tebo.

“Kalau BPBD tetap melanjutkan kontrak dengan rekanan yang bermasalah, berarti ikut menjerumuskan ke dalam pusaran proyek gagal,” ujar warga Tebo.

Warga mengingatkan, tanggul dan jalan di Pagar Puding bukan proyek sembarangan. Ini menyangkut keselamatan pemukiman, kesehatan lingkungan, dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana APBD.

Pemerintah Kabupaten Tebo harus memilih. Menyelamatkan anggaran dan kredibilitas dengan menghentikan kontrak. Atau membiarkan uang rakyat kembali tenggelam oleh perusahaan yang seharusnya sudah lama tidak diberi tempat di pengadaan publik.

BPBD harus bersikap tegas. Dan publik harus terus mengawasi.

Karena jika proyek ini dibiarkan berjalan seperti ini, bukan hanya tanggul yang rawan ambruk—tapi juga wibawa pemerintah daerah.

Tim Jambi Link telah berupaya melakukan klarifikasi kepada para pihak. Plt Kepala BPBD Tebo, P. Roni, tapi belum memberikan respons saat dikonfirmasi hingga laporan ini diturunkan. Sementara itu, Riki dari Pokja ULP Tebo menyampaikan bahwa pihaknya akan memberikan konfirmasi secepatnya terkait polemik ini.(*)

Comments

Permalink

???

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network