Tender proyek pembangunan ruang intensif RSUD Sultan Thaha Saifuddin Tebo senilai Rp 3,6 miliar resmi masuk zona panas. Setelah hanya dua peserta mengajukan penawaran dari 14 peserta yang terdaftar, satu di antaranya—CV Neis Nusantara—, melakukan protes karena digugurkan dengan alasan tak masuk akal.
Sanggahan resmi pun meluncur. CV Neis mengajukan sanggahan pada 2 Juli 2025. Mereka menggugat logika dan keabsahan proses evaluasi.
Untuk diketahui, CV. Sumber Artha Bumi Swarna menjadi pemenang proyek ini, dengan penawaran Rp 3.570.417.958,64. Itu hanya turun sekitar 0,84% dari HPS. Sementara CV. Neis Nusantara, justru menawar lebih rendah yakni Rp 3.419.908.598,19, digugurkan. Alasan Pokja, karena tak melampirkan dukungan distributor gas medis.
Masalahnya, persyaratan itu tak tertulis eksplisit sebagai syarat wajib unggah dokumen penawaran. Hal inilah yang memicu CV Neis melakukan sanggahan tertulis resmi.
Dalam Surat Sanggah Nomor: 075/SS-CV-NN/JBI-VII/2025, Direktur CV Neis Nusantara Isya Ardiansyah, ST, menyampaikan keberatan formal kepada Kelompok Pemilihan V UKPBJ Kabupaten Tebo.
Isi pokok sanggahan, antaralain dokumen pemilihan Nomor 061/DOKMIL/V/2025 dianggap kabur, khususnya Bab IV – Lembar Data Pemilihan (LDP) poin F.5. Menurut Isya Ardiansyah, Pokja menetapkan persyaratan tambahan, yakni wajib melampirkan sertifikat gas medis. Kemudian wajib melampirkan surat dukungan distributor gas medis.
Celakanya, tidak dijelaskan apakah dua dokumen itu wajib diunggah saat penawaran, atau bisa dibuktikan di tahap klarifikasi.
“Kalau dianggap penting, harusnya ditulis eksplisit sejak awal. Ini bukan sekadar syarat, tapi jadi penentu gugur. Kami minta evaluasi ulang,” tegas Isya dalam sanggahannya.
Proyek ini menggunakan metode tender pascakualifikasi satu file sistem gugur, dengan kontrak harga satuan dan pembiayaan dari APBD 2025. Namun, dengan hanya dua peserta yang menawar dan satu langsung digugurkan, proses tender ini dikhawatirkan kehilangan substansi kompetitifnya.
Masa sanggah masih berjalan. CV Neis Nusantara dengan tegas menuntut evaluasi ulang, kualifikasi ulang dan klarifikasi terbuka.
Jika tak ada respon, pihaknya mengisyaratkan akan melaporkan ke Inspektorat Daerah, LKPP, bahkan APH.(*)
Add new comment