Bayangkan ini terjadi di kota Anda. Kontraktor yang sudah dua kali diblacklist dalam setahun. Gagal bangun gedung. Gagal bangun rumah pompa. Dilaporkan ke polisi. Diselidiki kejaksaan. Tapi… malah diberi proyek Rp 20 miliar di Tebo, Jambi. Ini bukan cerita fiksi. Ini kenyataan yang sedang terjadi di Kabupaten Tebo. Dan rakyat siap-siap akan jadi korbannya.
PT Pulau Bintan Bestari, perusahaan yang beralamat di Jalan Merpati No. 35 Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, kini resmi dua kali diblacklist LKPP hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Nama PT Pulau Bintan Bestari pertama kali mendapat sorotan tajam ketika gagal menyelesaikan salah satu proyek vital pendidikan maritim nasional, Pembangunan Gedung Asrama C Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Sumatera Barat.
Proyek senilai Rp 40 miliar ini bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2024, dan ditujukan untuk mendukung peningkatan fasilitas pendidikan taruna pelayaran.
Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Proyek itu gagal total di tengah jalan. Struktur fisik mangkrak, pelaksanaan tak sesuai target waktu dan mutu, dan pihak kementerian akhirnya melakukan pemutusan kontrak secara sepihak. Ini bukan pemutusan teknis, tapi putusan hukum administratif berdasarkan kegagalan mendasar dari penyedia.
LKPP menerbitkan sanksi blacklist pertama pada 9 Mei 2025. Artinya, sejak tanggal itu, PT Pulau Bintan Bestari secara resmi kehilangan legalitas untuk mengikuti atau melanjutkan pengadaan barang/jasa pemerintah di seluruh Indonesia.
Hanya dalam selang waktu satu bulan, nama PT Pulau Bintan Bestari kembali mencuat — kali ini di ibu kota negara.
Proyek strategis berikutnya yang gagal dituntaskan adalah Pembangunan Rumah Pompa Cipulir, dalam rangka penanganan genangan di Jakarta Selatan. Proyek ini dikelola oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, dengan nilai kontrak mencapai Rp 35 miliar, bersumber dari APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2024.
Dan lagi-lagi, kontrak diputus secara sepihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Alasan yang dikemukakan lebih tegas.
“Penyedia tidak menyelesaikan pekerjaan, dan dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan penyedia,” demikian ditegaskan di dalam dokumen LKPP.
Sanksi ini berdasarkan Peraturan Lembaga LKPP Nomor 4 Tahun 2021. Tepatnya lampiran II angka 3.1.g, yang menyatakan blacklist dijatuhkan jika penyedia terbukti tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena kesalahan internal. Blacklist kedua mulai berlaku sejak 5 Juni 2025 hingga 4 Juni 2026.
Dengan sanksi ini, PT Pulau Bintan Bestari resmi menjadi kontraktor "bermasalah berat" dalam sistem pengadaan nasional. Tak hanya gagal, tetapi tercatat dua kali dalam daftar hitam resmi LKPP dalam kurun waktu hanya satu bulan.
TABEL REKAM PROYEK GAGAL
Tahun | Lokasi | Proyek | Nilai | Status |
---|---|---|---|---|
2022 | Riau | BLK UPTP Pekanbaru | Rp 18,4 M | Mangkrak, diselidiki Kejati |
2024 | Sumbar | Asrama Poltekpel | Rp 40 M | Diputus kontrak, blacklist |
2024 | DKI Jakarta | Rumah Pompa Cipulir | Rp 35 M | Putus kontrak, blacklist |
2025 | Tebo, Jambi | Rekonstruksi Jalan & Tanggul | Rp 20,5 M | Menang tender, kontrak aktif |
Kita kembali ke proyek di Tebo, yang dimenangkan PT Pulau Bintan Bestari.
29 April – 1 Mei 2025, kontrak proyek Rp 20,5 miliar untuk pembangunan jalan dan tanggul di Desa Pagar Puding, diteken. Sepekan kemudian, tepatnya 9 Mei 2025, LKPP secara resmi menetapkan blacklist pertama terhadap PT Pulau Bintan Bestari, karena gagal menyelesaikan proyek gedung asrama Poltekpel Sumatera Barat senilai Rp 40 miliar.
Kemudian 5 Juni 2025, blacklist kedua diterbitkan, menyusul gagalnya proyek Rumah Pompa Cipulir, DKI Jakarta.
Artinya sangat jelas. Saat kontrak di Tebo diteken, proses pemutusan kontrak oleh instansi pusat dan daerah lain terhadap perusahaan ini sudah berlangsung. Informasi mengenai pelanggaran, kegagalan proyek, dan proses blacklist bukan rahasia.
Maka, Pokja ULP dan BPBD Tebo seharusnya telah memiliki cukup alasan untuk menolak penyedia ini.
“Ini bukan keterlambatan informasi. Ini adalah kelalaian sistemik — atau pembiaran yang disengaja," Kata Bobto Ketua MPRJ.
MPRJ menilai Pokja gagal memverifikasi rekam jejak penyedia, padahal mekanisme pengecekan status blacklist tersedia melalui portal LKPP, OSS, dan AHU.
"Kontrak diteken sebelum hasil evaluasi menyeluruh atas penyedia diselesaikan. Padahal perusahaan ini sudah masuk radar pengawasan pusat,"ujarnya.
Fakta bahwa PT Pulau Bintan Bestari bisa menembus sistem, meski sudah dua kali bermasalah, mengindikasikan adanya kemungkinan “jalan tol proyek” — alias jalur istimewa yang dibuka untuk pihak-pihak tertentu.
Ketika sistem pengadaan benar-benar netral dan taat prosedur, seharusnya penyedia yang masuk radar pengawasan pusat, akan otomatis ditolak. Kontrak tidak akan diteken sebelum status hukum penyedia benar-benar bersih.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Proyek jumbo diloloskan, kontrak diteken dalam waktu kilat, dan pihak penyedia ternyata punya rekam dua blacklist nasional dalam waktu hanya 30 hari.
“Ini bukan keteledoran. Ini sistem yang membiarkan kerusakan terus berulang," tegasnya.
Di media sosial, tagar mulai bermunculan:
#BlacklistTapiMenang | #SkandalTebo | #BPBDHarusJelas | #JambiBukaMata. Di grup WA warga, broadcast ini menyebar.
“2x diblacklist, masih dikasih proyek Rp 20 M. Ini bukan hanya soal kontraktor. Tapi soal siapa yang meloloskannya. Cegah proyek gagal sebelum terjadi.”
Perpres 12/2021 dan Perlem LKPP 4/2021 mewajibkan verifikasi rekam jejak penyedia, penolakan otomatis terhadap peserta yang masuk daftar hitamTindakan administratif dan pidana jika terjadi manipulasi.
Jika Pokja ULP Tebo dan BPBD meneken kontrak dengan penyedia yang sudah terindikasi blacklist, maka bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
Bagi rakyat, informasi ini harus jadi pegangan. Karena bila kontraktor seperti ini masih bisa diberi ruang, menang tender, dan pegang proyek bernilai puluhan miliar, maka yang gagal bukan hanya proyeknya. Tapi juga sistem yang membiarkannya terus menang. Dan rakyat-lah yang akan membayar mahal akibatnya.
- Proyek Poltekpel mangkrak, uang negara melayang.
- Proyek Cipulir putus kontrak, banjir tetap terjadi.
- Lalu… proyek jalan & tanggul di Tebo?
Apakah publik akan kembali menonton proyek gagal dengan dana puluhan miliar, dan tak ada satu pun pejabat yang dimintai pertanggungjawaban?
Add new comment