Babak baru kasus dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi tahun anggaran 2017-2018 atau yang dikenal dengan "suap ketok palu" kembali memanas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi.
Sidang dengan terdakwa Sulianti, mantan anggota DPRD Provinsi Jambi, terus bergulir dengan dihadirkannya saksi-saksi kunci yang kian memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada persidangan terbaru yang digelar di Jambi, JPU KPK menghadirkan tiga saksi. Mereka adalah Muhammadiyah dan Mauli. Keduanya mantan anggota DPRD Provinsi Jambi. Jaksa KPK juga menghadirkan Endria Putra, rekanan kontraktor yang turut terlibat dalam pusaran kasus ini. Keterangan ketiga saksi itu secara signifikan mendukung materi dakwaan JPU KPK.
Dalam kesaksiannya, dua mantan anggota dewan, Muhammadiyah dan Mauli, secara terang-terangan membenarkan adanya praktik penerimaan uang terkait proses pengesahan RAPBD Jambi. Uang itu, menurut mereka, akrab disebut dengan istilah "uang bagi-bagi" di kalangan anggota dewan.
Lebih lanjut, dalam persidangan mereka mengungkapkan bahwa uang tersebut tak hanya diterima oleh anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna.
"Semua anggota dewan yang hadir maupun tidak hadir dalam rapat paripurna tetap mendapatkan uang tersebut," kata saksi, memperlihatkan pola pembagian yang merata.
Pengakuan serupa juga datang dari saksi Endria Putra. Rekanan kontraktor ini mengaku telah menyerahkan uang tunai sekitar Rp2 miliar hingga Rp3 miliar kepada pihak-pihak terkait. Endria terpaksa melakukan hal tersebut karena adanya ancaman serius terhadap proyek senilai Rp 80 miliar yang sedang ia kerjakan. Ia khawatir, jika uang tidak diberikan, proyeknya akan terhenti di tengah jalan.
JPU KPK, Hidayat, seusai persidangan menyatakan bahwa keterangan yang diberikan oleh para saksi cukup signifikan dalam mendukung dakwaan.
"Baik pada pokoknya keterangan untuk bagus mendukung dakwaan ya menjelaskan secara rinci terkait kronologis mengenai akan adanya palu," ujarnya.
Hidayat juga menambahkan, berdasarkan keterangan saksi Mauli dan Muhammadiyah, para anggota dewan tidak mengetahui adanya permintaan uang dari pihak gubernur sebelum proses pengesahan RAPBD dilakukan.
Meski demikian, Hidayat menegaskan bahwa proses pencarian kebenaran belum berakhir. Pihaknya masih akan terus menghadirkan saksi-saksi lain pada sidang berikutnya. Hal ini dilakukan mengingat masih banyak rekanan kontraktor yang diduga terlibat dalam kasus suap 'ketok palu' ini dan belum memberikan kesaksian di muka persidangan.
Dalam persidangan sebelumnya, Haji Andi Putrawijaya, Direktur PT Air Tenang, yang dihadirkan sebagai saksi juga secara blak-blakan mengungkap perannya dalam melancarkan pembahasan anggaran di DPRD Provinsi Jambi melalui jalur suap.
Haji Andi, sapaan akrabnya, dengan tegas mengakui bahwa ia mendapatkan tiga paket proyek jalan senilai puluhan miliar rupiah setelah turut serta membantu penyediaan uang suap.
Haji Andi merinci tiga proyek jalan yang ia peroleh, yaitu satu proyek senilai Rp 27 miliar, satu proyek Rp 23 miliar, dan proyek lainnya senilai Rp 14 miliar. Proyek-proyek tersebut dikerjakan melalui perusahaan-perusahaan berbeda yang terafiliasi dengannya.
Lebih jauh, ia tanpa ragu mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 1,125 miliar. Uang tersebut disalurkan melalui kakaknya, Dedi Masyuni, yang merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Jambi, dengan tujuan untuk 'mengurus' pembahasan anggaran di internal DPRD Provinsi Jambi.
Haji Andi menjelaskan bahwa dana miliaran rupiah yang digunakan untuk suap ini berasal dari dana perusahaan yang ia kelola. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada seorang kontraktor bernama Muhammad Imanuddin alias Iim, yang dikenal memiliki kedekatan dengan lingkaran mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola. IIm saat ini sudah meninggal dunia.
Pengakuan Haji Andi dan Endria ini semakin memperjelas modus operandi dalam kasus suap 'ketok palu' Jambi, di mana para pengusaha diduga terpaksa menyetor sejumlah uang agar proyek-proyek mereka bisa berjalan lancar dan pengesahan anggaran DPRD tidak terhambat. Kasus ini terus menjadi perhatian publik karena melibatkan banyak pihak dan mengungkap praktik korupsi yang terstruktur di lingkungan pemerintahan daerah.(*)
Add new comment