Babak baru pengusutan kasus korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) Kerinci kembali meledak. Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh melakukan penggeledahan di sebuah rumah, menyita dokumen penting, laptop, hingga telepon genggam. Bersamaan dengan itu, dua Aparatur Sipil Negara (ASN) ditetapkan sebagai tersangka baru. Dengan penetapan ini, jumlah tersangka melonjak menjadi 10 orang.
***
Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) Kabupaten Kerinci. Penggeledahan yang dilakukan pada Selasa, 23 September 2025, ini menjadi babak baru dalam pengusutan kasus yang merugikan negara miliaran rupiah tersebut.
Dari lokasi penggeledahan, penyidik menyita sejumlah dokumen penting dan barang elektronik, termasuk laptop dan telepon genggam. Kasi Pidsus Kejari Sungai Penuh, Yogi Purnomo, menjelaskan bahwa tindakan ini adalah langkah strategis untuk memperkuat alat bukti dalam proses penyidikan.
Penggeledahan ini dilakukan bersamaan dengan penetapan dua tersangka baru, yakni Reki Eka Fictoni (REF) dan Helvi Apriadi (HA). Keduanya langsung ditahan oleh pihak kejaksaan. Dengan penetapan ini, total tersangka dalam kasus PJU Kerinci kini berjumlah 10 orang.
REF dan HA diketahui berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Kerinci. Keduanya memiliki peran sentral dalam kasus ini. REF, yang juga merupakan tenaga PPPK, diduga berperan sebagai "pemilik perusahaan yang dipinjamkan kepada pihak lain untuk mengerjakan proyek". Praktik ini, yang dikenal sebagai 'pinjam bendera', kerap digunakan untuk memanipulasi tender proyek pemerintah. Sementara itu, HA adalah seorang ASN di Kesbangpol Kerinci.
Sebelumnya, Kejari Sungai Penuh telah menetapkan tujuh orang tersangka pada 3 Juli 2025. Tujuh tersangka awal tersebut termasuk Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Kerinci, Heri Cipta, yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Nel Edwin. Selain itu, lima direktur perusahaan swasta juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus korupsi yang diduga terjadi pada proyek PJU tahun anggaran 2023 ini berawal dari adanya dugaan mark-up dan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. Berdasarkan hasil audit, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp2,7 miliar. Namun, satu sumber lain sempat menyebut kerugiannya mencapai Rp5,5 miliar. Dugaan bahwa kontrak proyek "dibeli" mengindikasikan adanya konspirasi yang terstruktur antara pihak swasta dan pejabat pemerintah.
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penggunaan Pasal 55 KUHP menunjukkan bahwa penyidik meyakini adanya "turut serta" atau kolaborasi terorganisir di antara para tersangka.
Saat ini, penyidik tengah menganalisis barang bukti yang disita dari penggeledahan, dan kasus ini diproyeksikan akan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses persidangan.(*)
Add new comment