Pemerintah Kabupaten Sarolangun menggelontorkan anggaran jumbo untuk pembangunan dan renovasi puskesmas. Bukan satu. Bukan dua. Tapi tiga sekaligus. Nilainya tembus Rp 8,5 miliar dari alokasi DAK tahun 2025.
Lalu, siapa yang akan mengerjakan proyek ini?
Apakah akan jatuh ke tangan kontraktor tepat?
Atau hanya jadi lahan empuk bagi “pengusaha proyek” yang gemar bermain kualitas?
Di tengah pengumuman tender yang dirilis LPSE Sarolangun, beberapa tokoh masyarakat mulai angkat suara.
Salah satunya Samsul Bahri, warga Limun yang tinggal tak jauh dari Puskesmas Mersip. Ia mengaku senang jika puskesmas diperbaiki, tapi juga berharap proyeknya tak dikerjakan asal-asalan.
“Kami bukan tak butuh pembangunan. Tapi jangan sampai baru setahun dinding sudah retak, atap bocor. Kalau uang miliaran, tolong jangan sia-siakan ke kontraktor abal-abal,” ujar Samsul kepada Jambi Link.
Berikut rincian proyek yang sedang dalam tahap pengumuman pascakualifikasi di LPSE Sarolangun:
No | Nama Puskesmas | Lokasi | Jenis Pekerjaan | Anggaran | Kualifikasi Usaha |
---|---|---|---|---|---|
1 | Puskesmas Mersip | Desa Mersip, Kec. Limun | Renovasi | Rp 2.000.000.000 | Usaha Kecil |
2 | Puskesmas Singkut V | Desa Sungai Gedang, Kec. Singkut | Pembangunan Baru | Rp 4.500.000.000 | Usaha Kecil |
3 | Puskesmas Mandiangin | Desa Mandiangin, Kec. Mandiangin | Renovasi | Rp 2.000.000.000 | Usaha Kecil |
Seluruh proyek menggunakan metode tender sistem gugur, dan tidak menggunakan Reverse Auction. Ini artinya, kualitas dokumen administrasi dan harga terendah akan sangat menentukan. Ada kekhawatiran, karena metode tender “harga terendah sistem gugur” kerap membuka celah untuk kemenangan kontraktor “langganan”, yang cara kerjanya kerap jelek.
Apalagi, proyek-proyek dengan kualifikasi usaha kecil acap kali dimonopoli perusahaan-perusahaan tertentu yang diduga punya koneksi ke dalam.
“Tender begini rawan diakali. Harga ditekan, kualitas jadi korban. Belum lagi kalau sampai ada pengondisian. Ini yang harus dikawal,” ujar warga lainnya.
Jika satu proyek bernilai Rp 4,5 miliar saja-- dan kualitas pelaksanaan rendah--, maka potensi kerugian negara bisa mencapai ratusan juta hanya dari volume beton, atap, atau interior yang tidak sesuai spesifikasi.
Padahal dalam Permenkes dan Permendagri, pembangunan fasilitas kesehatan wajib memenuhi standar mutu, ventilasi, dan ketahanan struktural demi keselamatan pasien.
Kini bola panas ada di tangan Pokja. Apakah mereka akan memilih kontraktor yang benar dan berintegritas Atau menyerah pada pola lama yang hanya menguntungkan segelintir pihak?
Warga diminta ikut memantau proses tender dan pelaksanaan proyek di lapangan. Karena pembangunan puskesmas adalah tentang keselamatan nyawa rakyat, bukan sekadar soal beton dan plafon.
Pantau terus. Jangan biarkan uang rakyat dikhianati.(*)
Add new comment