Tiga proyek strategis infrastruktur irigasi tahun 2025 yang digulirkan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI tampaknya menemui jalan buntu. Bukan karena tak ada peserta. Tapi, karena justru ratusan kontraktor yang ikut tidak satu pun yang lolos.
Total anggaran ketiga proyek ini mencapai lebih dari Rp 50 miliar. Tapi hasilnya nihil. Tender dinyatakan gagal. Proyek tertahan. Dan publik bertanya, apakah sistem yang terlalu ketat, atau sengaja dibuat menyaring hanya pihak tertentu?
Proyek pertama yang resmi dinyatakan gagal adalah rehabilitasi jaringan irigasi D.I. Siulak Deras di Kabupaten Kerinci. Nilainya Rp 13 miliar.
Yang mencengangkan, dari 204 peserta yang ikut tender, tak ada satu pun yang lolos evaluasi administrasi. Semua gagal karena dianggap tak memenuhi persyaratan dokumen.
Kondisi ini sudah terbaca sejak awal. Beberapa penyedia mengaku proses klarifikasi berlangsung singkat, dan beberapa pokja mengunci parameter teknis terlalu sempit.
Kasus serupa terjadi di Tanjung Jabung Barat. Proyek rehabilitasi jaringan rawa Parit Pudin senilai Rp 20 miliar juga mengalami kegagalan tender.
Padahal, tercatat ada 106 peserta yang memasukkan penawaran. Seperti Siulak Deras, tak satu pun dinyatakan lolos. Pokja BP2JK memutuskan tidak ada pemenang.
โBahkan perusahaan-perusahaan besar yang selama ini langganan proyek kementerian pun tumbang,โ ujar salah satu peserta, yang enggan disebutkan namanya.
Proyek ketiga adalah pembangunan jaringan irigasi D.I. Batang Asai, Sarolangun. Nilainya Rp 18,5 miliar. Secara resmi belum diputuskan gagal, tapi hasil evaluasi internal menunjukkan 108 peserta tidak memenuhi syarat.
Dari dokumen yang diperoleh JambiLink, seluruh peserta tereliminasi karena, peralatan tidak cocok dengan SIMPK, dokumen dukung tidak lengkap, klarifikasi tak dijawab tepat waktu.
Jika keputusan resmi diumumkan, maka ini akan jadi tender gagal ketiga berturut-turut BWSS VI dalam waktu kurang dari dua bulan.
Tiga proyek gagal tender bukan soal remeh. Ini bukan hanya gagal serap anggaran, tapi kegagalan sistem dalam mengelola logika pengadaan.
Sistem tender yang dirancang untuk memilih penawar terbaik, justru menyingkirkan semua peserta. Lantas, jika semua digugurkan, siapa yang akan membangun irigasi kita?
Apakah syarat administrasi terlalu ketat? Atau proses memang digiring untuk gagal, lalu ditunjuk langsung?
Add new comment