Provinsi Jambi menghadapi persoalan serius PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) dengan luas 45.896 hektare di enam kabupaten. Aparat gencar razia. Tapi, pemodal lebih lincah dan sulit tersentuh. Potensi emas di Merangin, Sarolangun, hingga Kerinci melimpah sejak era Swarnadwipa. PT Antam pun mengincarnya. Bahkan, ada perusahaan besar yang disebut-sebut juga mencari emas secara diam-diam.
***
Provinsi Jambi tengah bergulat dengan maraknya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Kegiatan tambang emas ilegal ini tersebar di berbagai kabupaten, terutama di wilayah pedalaman yang kaya sungai dan hutan. Data KKI Warsi menunjukkan sedikitnya enam kabupaten di Jambi terdampak PETI, dengan luasan total area sekitar 45.896 hektare pada tahun 2022.
Areal PETI paling luas tercatat di Kabupaten Merangin (16.072 ha) dan Sarolangun (15.878 ha), disusul Bungo (8.801 ha) dan Tebo (5.101 ha). Aktivitas PETI skala lebih kecil juga telah muncul di Batanghari dan bahkan merambah Kerinci.
Beberapa titik rawan PETI di Jambi antara lain berada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari dan anak-anak sungainya. Di Kabupaten Bungo misalnya, PETI banyak beroperasi di Sungai Buluh, dekat Bandara Muara Bungo.
Adapun di Merangin dan Sarolangun, aktivitas tambang ilegal menyebar dari tepian sungai hingga masuk ke hutan-hutan terpencil. PETI sudah berlangsung lama di Sarolangun, Bungo, dan Merangin. Meski sudah sering dirazia aparat, kegiatan ilegal ini tak pernah benar-benar terhenti. Ironisnya, para cukong atau pemodal besar di balik tambang emas ilegal ini nyaris tak pernah tersentuh hukum.
Penegak hukum di Jambi tidak tinggal diam. Sepanjang 2025, operasi penertiban PETI terus digencarkan oleh kepolisian bersama tim gabungan dari TNI, Satpol PP, hingga pemerintah daerah. Salah satu operasi besar terjadi pada Juli 2025 di Kabupaten Bungo.
Polres Bungo menyisir area tambang ilegal di sekitar Sungai Buluh dan Bandara Muara Bungo, menemukan puluhan rakit dompeng dan peralatan sedot pasir yang ditinggal lari oleh para pekerja. Hasil razia itu, petugas membakar 40 rakit dompeng dan 17 rakit lanting di dua lokasi berbeda untuk memusnahkan alat tambang ilegal tersebut.
“Total hasil penindakan menemukan 40 set rakit dan 17 unit lanting yang telah dimusnahkan dengan cara dibakar. Tidak ditemukan pelaku PETI di lokasi,” ujar Kapolres Bungo kala itu, AKBP Natalena Eko Cahyono.
Langkah tegas aparat juga terjadi di Merangin. Pada 18 Juli 2025, tim gabungan Polda Jambi dan Polres Merangin menggerebek tambang emas ilegal di Dusun Bukit Beringin, Bangko Barat. Para pekerja kocar-kacir melarikan diri ke hutan. Namun seorang operator ekskavator berhasil ditangkap beserta barang bukti 1 unit ekskavator dan perlengkapan dulang emas.
Pelaku mengaku diperintah oleh seorang pemodal bernama Nurhadi, yang diduga pemilik alat berat dan penyandang dana tambang ilegal tersebut. Aparat kini memburu tiga orang lain termasuk pemodal tersebut, dan menegaskan keseriusannya memberantas PETI karena dampaknya merusak lingkungan dan ekosistem.
Polda Jambi menegaskan tidak ada kompromi bagi tambang emas liar.
“Sudah berulang kali diberi peringatan dan ditindak, tapi pelaku PETI tidak jera,” ungkap Kapolres Bungo.
Aparat berjanji akan menyapu bersih semua titik PETI di tiap kecamatan. Meski penindakan gencar, tantangan terbesar adalah menangkap aktor intelektual dan pemodal besar di balik aktivitas tambang ilegal, yang kerap bersembunyi dan memanfaatkan masyarakat sebagai pekerja.
Potensi dan Persebaran Emas di Jambi
Sebagai bagian dari Pulau Sumatra yang dijuluki Swarna Dwipa (Pulau Emas), Provinsi Jambi memang dianugerahi sumber daya emas yang melimpah. Secara geologis, endapan emas di Jambi tersebar di wilayah pegunungan barat dan sepanjang aliran sungai.
WALHI Jambi mencatat bahwa daerah kaya emas di Jambi utamanya meliputi Kabupaten Merangin, Kerinci, dan Sarolangun. Hal ini tercermin pada toponimi setempat. Misalnya Gunung Masurai di Merangin yang konon namanya berasal dari kisah “emas berurai” saking banyaknya emas di gunung itu. Serta Sungai Bermas di Kerinci yang berarti sungai ber-emas karena aliran tersebut diketahui mengandung butiran emas.
Selain itu, endapan emas placer (aluvial) banyak ditemukan di daerah aliran Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya yang melintasi kabupaten Bungo, Tebo, Batanghari, hingga ke hilir Jambi.
Potensi emas di Jambi secara umum tergolong besar. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya aktivitas pendulangan emas tradisional hingga penambangan liar yang terus terjadi. Bahkan perusahaan BUMN pertambangan PT Aneka Tambang (Antam) telah lama mengincar cadangan emas Jambi.
Pihak Antam sendiri pernah mengungkapkan bahwa potensi emas di wilayah Merangin dan Sarolangun cukup besar. Temuan penelitian pun mendukung hal ini – sebuah ekspedisi geologi pada 2011 oleh tim TNI dan ahli menemukan lima titik koordinat yang mengandung emas di Kabupaten Kerinci (wilayah TNKS). Dengan kata lain, banyaknya tambang ilegal yang bermunculan sejatinya mencerminkan ada “harta karun” terpendam di perut bumi Jambi.
Bahkan, informasi warga di lapangan menyebutkan ada perusahaan besar di kawasan Merangin dan Kerinci, juga tengah mengincar emas. Mereka diam-diam mengangkut tanah untuk di bawah ke luar lokasi.
"Gaktau juga kenapa mereka bawa keluar tanah-tanah itu. Mungkin ada kandungan emasnya," ujar salah satu warga di Merangin.
Emas di Balik Hutan TNKS Kerinci, Mitos atau Fakta?
Muncul anggapan di tengah masyarakat bahwa Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), khususnya kawasan hutan di Kabupaten Kerinci, menyimpan cadangan emas yang melimpah. Indikasinya, aktivitas PETI belakangan ikut merangsek masuk kawasan TNKS di perbatasan Kerinci-Merangin.
Aparat Polres Kerinci tahun 2022 sempat menangkap penambang ilegal yang nekat beroperasi di dalam hutan TNKS wilayah Batang Merangin, Kerinci. Lokasi tepatnya di daerah Penetai Lama, Muara Emat, yang secara administratif Kerinci namun aksesnya dekat dengan Merangin. Kasus ini mengungkap bahwa penambang yang ditangkap berasal dari desa Perentak, Merangin. Artinya, penambang luar yang masuk ke TNKS demi berburu emas.
Fakta tersebut menguatkan bahwa di bawah lebatnya hutan TNKS Kerinci memang terkandung emas. Temuan tim ekspedisi Gunung Kerinci tahun 2011 juga membenarkan adanya sebaran emas di kawasan pegunungan Kerinci.
Bahkan nama “Sungai Bermas” di Kerinci – yang terletak tidak jauh dari kawasan TNKS – secara tradisional menegaskan keberadaan emas di aliran sungai tersebut sejak lama. Jadi, anggapan “banyak emas di bawah hutan Kerinci” bukan sekadar mitos belaka.
Kendati demikian, penambangan di kawasan konservasi jelas ilegal dan berisiko merusak ekosistem TNKS yang bernilai tinggi. Warga Kerinci sendiri umumnya enggan melakukan PETI karena sadar akan dampak buruk lingkungan. Sehingga para pelaku yang masuk TNKS diduga kuat berasal dari luar daerah.
Jejak Sejarah Pulau Emas di Tanah Jambi
Jambi tidak tiba-tiba dikenal kaya emas. Sejarah mencatat jejak emas Jambi sejak berabad-abad lalu. Sejak era klasik, Sumatra dijuluki Swarnadwipa – istilah dari bahasa Sanskerta yang berarti Pulau Emas. Catatan Portugis oleh Tome Pires tahun 1512 juga menyebut Jambi sebagai pemasok komoditas gaharu dan emas pada masa itu.
Dalam buku Jambi dalam Sejarah 1500-1942 karya DR. Lindayanty, disebutkan bahwa menjelang abad ke-18 terjadi migrasi besar-besaran para penambang Minangkabau ke wilayah Jambi untuk mencari emas. Sultan Jambi saat itu (Sultan Astra Ing lago) bahkan memberikan konsesi tambang emas di sekitar daerah Tebo kepada pendatang Minang pada tahun 1729.
Sejak dekade 1730-an, emas menjadi primadona ekspor Jambi, menggeser komoditas lada. Tercatat lebih dari separuh nilai ekspor Jambi berupa emas pada sekitar tahun 1730. Puncaknya, pada tahun 1750 sekitar 80% ekspor Jambi adalah emas – suatu angka fantastis yang menunjukkan betapa kayanya tanah Jambi akan emas pada masa lampau.
Kekayaan emas ini mengundang kedatangan banyak pendatang dan petualang. Namun, seperti hasil bumi lainnya, kejayaan emas Jambi perlahan surut menjelang abad ke-20. Memasuki era kolonial akhir, komoditas karet mengambil alih posisi emas sebagai tulang punggung ekonomi Jambi (hingga 90% ekspor Jambi tahun 1925 berasal dari karet).
Meski demikian, tradisi penambangan emas rakyat di Jambi tidak pernah benar-benar hilang. Sejarawan Jambi A. Mukti Nasruddin menuliskan pengalamannya melihat warga di hulu Sungai Batanghari, daerah Tabir (Merangin) dan Batang Asai (Sarolangun), ramai-ramai mendulang emas secara tradisional pada tahun 1983.
Seusai hujan deras, butiran emas sebesar biji bayam pun kadang ditemukan anak-anak di lekukan tanah aliran sungai. Ini menegaskan bahwa sejak dahulu masyarakat sudah akrab dengan kegiatan mendulang emas di sungai sebagai mata pencaharian sampingan.
Julukan “Pulau Emas” untuk Sumatra memang berakar dari realitas geologis dan historis bahwa bumi Jambi dan sekitarnya menyimpan emas sejak masa silam.
PT Antam dan Dilema Tambang Emas Jambi
Melimpahnya potensi emas Jambi juga menarik minat korporasi besar. PT Antam Tbk, perusahaan tambang milik negara, telah mengantongi izin eksplorasi emas di Jambi sejak tahun 2005. Izin Antam mencakup area konsesi ribuan hektare di Kabupaten Merangin dan Sarolangun, yang sebagian berada di kawasan hutan produksi terbatas.
Selama belasan tahun Antam melakukan berbagai studi eksplorasi dan uji kandungan emas. Antam berulang kali memaparkan bahwa potensi cadangan emas di blok Jambi (Merangin-Sarolangun) sangat menjanjikan. Namun hingga kini, proyek tambang emas Antam di Jambi tak kunjung memasuki tahap produksi.
Mandeknya realisasi tambang Antam di Jambi menimbulkan tanda tanya dan kritik dari berbagai pihak. Juwanda, anggota DPRD Provinsi Jambi dari dapil Merangin-Sarolangun, pernah menilai Antam tidak serius mengelola tambang emas Jambi.
“Seharusnya dengan masa eksplorasi hingga belasan tahun, PT Antam sudah membuahkan hasil, bukan hanya eksplorasi terus,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Hingga tahun 2023, izin eksplorasi Antam beberapa kali diperpanjang tanpa kejelasan kapan masuk tahap eksploitasi. Pejabat daerah pun mendesak transparansi. Wakil Bupati Merangin, yang kala itu masih dijabat Nilwan Yahya, sempat meminta Antam menjelaskan progresnya atau mundur jika tak sanggup.
"Kalau tak sanggup, mundur saja, kan bisa diganti investor lain," tegasnya, kala itu.
Pihak Pemerintah Provinsi Jambi dan DPRD sempat berharap tambang emas Antam dapat meningkatkan perekonomian daerah. Namun kekhawatiran juga muncul, terutama dari kalangan pegiat lingkungan. WALHI Jambi dan warga sekitar konsesi menolak operasi tambang emas Antam karena dikhawatirkan akan membuka hutan lebat dan mengancam aliran sungai di hulu Merangin-Sarolangun.
Izin Antam disebut-sebut tumpang tindih dengan kawasan hutan desa dan mengancam sedikitnya 6 sungai besar serta 96 anak sungai di daerah hulu jika tambang dibuka. Hingga saat ini, Antam belum memulai kegiatan penambangan terbuka di Jambi.
Keberhasilan pengelolaan emas di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini akan sangat ditentukan oleh keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Jika aturan ditegakkan dan teknologi tambang yang ramah lingkungan diterapkan, kekayaan emas Jambi berpeluang memberi manfaat bagi rakyat secara sah.
Sebaliknya, bila tambang ilegal terus dibiarkan dan pengusaha resmi pun tak segera bergerak, maka julukan Swarna Dwipa barangkali tinggal kenangan. Potensi emas Jambi memang besar. Tapi ikhtiar menjaga agar “emas” itu tak berubah petaka bagi negeri, harus sama besarnya.(*)
Add new comment