Usai Jadi Temuan BPK RI 2025, Proyek Jalan Alai Ilir PT Selaras Restu Abadi Rp 24,16 M Dilaporkan Ke Kejati Jambi

WIB
IST

Kasus proyek jalan bernilai jumbo di Kabupaten Tebo memasuki babak baru. PT Selaras Restu Abadi (SRA), pemenang tender Pemeliharaan Berkala Jalan Blok E Alai Ilir – Blok C Alai Ilir Tahun Anggaran 2024, kini resmi dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi oleh Masyarakat Peduli Rakyat Jambi (MPRJ).

Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp 24.161.480.336,00, berdasarkan Kontrak Nomor 620/407/PEMEL.BERKALA.JLN-067/BM-DPUPR/2024 tanggal 16 Agustus 2024.

Sebelumnya, proyek ini telah menjadi temuan BPK RI 2025. Proyek ini sempat mengalami dua kali addendum. Addendum I, 620/512/AD/SP/PEMEL.BERKALA.JLN-067/BM-DPUPR/2024 (26 September 2024). Addendum II, 620/734/AD.PPK/SP/PEMEL.BERKALA.JLN-067/BM-DPUPR/2024 (14 November 2024).

Laporan BPK RI mengungkap temuan serius dari proyek yang dinyatakan selesai 100% pada 27 Desember 2024. Hasil pemeriksaan fisik, uji kepadatan aspal (density), dan kuat tekan beton, menunjukkan kekurangan volume pada pekerjaan Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Antara (AC-BC), Beton Struktur fc’ 25 Mpa, dan Anyaman Kawat Dilas (Welded Wiremesh).

Ketidaksesuaian spesifikasi teknis dibanding kontrak. Nilai selisih kekurangan dihitung sebesar Rp 539.873.855,28.

BPK menilai adanya indikasi kerugian negara karena pembayaran penuh tetap dilakukan meski mutu dan volume tidak sesuai.

Pada Kamis, 28 Agustus 2025, puluhan massa MPRJ turun ke jalan. Mereka melakukan aksi di depan Kejati Jambi, sekaligus melaporkan proyek jalan tersebut.

Dalam orasinya, Bobto, Ketua MPRJ, menyebut proyek jalan yang dikerjakan PT Selaras Restu Abadi sarat harus diusut.

“Berdasarkan investigasi kami di lapangan, pekerjaan ini jelas mengurangi volume dan tidak sesuai spesifikasi. Ini perbuatan yang merugikan negara miliaran rupiah dan menguntungkan pihak tertentu,” tegas Bobto.

Ia menilai pengurangan mutu dan volume berpotensi menimbulkan gagal konstruksi karena kepadatan aspal dan kuat tekan beton yang rendah, sehingga jalan akan cepat retak, rusak, bahkan hancur.

MPRJ meminta Kejati Jambi untuk segera:

  1. Memanggil dan memeriksa Kepala Dinas PUPR Tebo
  2. Memanggil Kabid Bina Marga PUPR Tebo
  3. Memanggil Direktur PT Selaras Restu Abadi dan konsultan pengawas
  4. Mengusut harta kekayaan pejabat terkait yang dinilai tidak wajar.

Bobto menyebut praktik ini sudah masuk kategori extra ordinary crime karena dampaknya luas, terstruktur, dan merugikan negara besar-besaran.

Laporan resmi MPRJ diterima oleh petugas PTSP Kejati Jambi bernama Marvin. Ia menegaskan laporan ini akan diteruskan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti.

“Seperti biasa laporan ini kami terima dan akan kami sampaikan kepada pimpinan,” ujarnya singkat.

Untuk diketahui, PT Selaras Restu Abadi juga sempat tersorot pada proyek rehabilitasi tanggul sungai dan jalan di Desa Pagar Puding, Kecamatan Tebo Ulu senilai sekitar Rp 20,5 miliar. Proyek ini sempat menuai polemik. PT Pulau Bintan Bestari (PBB) keluar sebagai pemenang tender proyek yang didanai hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dialokasikan melalui APBD Tebo 2025 tersebut.

Kontrak ditandatangani pada awal Mei 2025 dengan masa pelaksanaan 240 hari kalender terhitung 5 Mei 2025. Uniknya, tak lama setelah kontrak diteken, terungkap bahwa PT Pulau Bintan Bestari berstatus daftar hitam (blacklist) nasional oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Perusahaan asal Tanjungpinang, Kepri ini ternyata punya rekam jejak masalah, namun tetap lolos sebagai pemenang tender proyek tanggul senilai puluhan miliar rupiah di Tebo.

Menariknya lagi, PT Pulau Bintan Bestari tak sendiri mengerjakan proyek tanggul ini. Ia menggandeng PT Selaras Restu Abadi sebagai mitra kerja dalam bentuk KSO.

Bagaimana kronologinya?

Kontrak proyek Pagar Puding diteken sekitar 29 April – 1 Mei 2025. Artinya seluruh evaluasi administrasi, teknis, dan harga sudah rampung sebelum tanggal itu. Hanya sepekan berselang, tepat pada 9 Mei 2025, LKPP resmi memasukkan PT Pulau Bintan Bestari ke dalam daftar hitam nasional hingga 9 Mei 2026.

Sanksi ini dijatuhkan oleh Kementerian Perhubungan RI karena PBB gagal menuntaskan proyek pembangunan Gedung Asrama C Politeknik Pelayaran Sumatera Barat senilai Rp 40 miliar (anggaran 2024). Proses pemutusan kontrak proyek Politeknik dan pengusulan blacklist tersebut sudah berlangsung jauh hari sebelum sanksi formal keluar.

Informasi wanprestasi PBB di Sumbar seharusnya sudah diketahui dan diantisipasi oleh Pokja ULP Tebo saat evaluasi tender, mengingat reputasi perusahaan ini yang sarat masalah. Faktanya, PBB tetap dinyatakan “layak” memenangkan proyek Pagar Puding. Inilah yang menimbulkan tanda tanya besar, apakah tidak ada yang mempertanyakan rekam jejak legal dan kinerja penyedia ini?

ProyekNilai KontrakPenyediaSumber DanaCatatan
Pemeliharaan Jalan Blok E–C Alai Ilir (2024)Rp 24.161.480.336PT Selaras Restu AbadiAPBD Kab. Tebo 2024 (DBH Sawit)Temuan BPK: Kekurangan volume & mutu ±Rp 539 juta
Rehabilitasi Tanggul Sungai & Jalan Pagar Puding (2025)Rp 20.474.720.653PT Pulau Bintan Bestari KSO PT SRAHibah BNPB 2025 (APBD Tebo)Status: PBB Blacklist LKPP (9 Mei 2025 – 9 Mei 2026)

Dalam pelaksanaan proyek tanggul Pagar Puding, PT Pulau Bintan Bestari menggandeng PT Selaras Restu Abadi dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO). Perjanjian KSO ini dibuat di hadapan notaris dan ditandatangani perwakilan kedua perusahaan.

Isi perjanjiannya menegaskan komitmen kedua pihak untuk menjalankan proyek secara profesional, transparan, serta tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, nepotisme. Dari sisi administratif, KSO memastikan PT SRA turut bertanggung jawab dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, publik menduga kemitraan ini sekaligus menjadi “tameng” PBB untuk tetap bisa proyekan di daerah meski reputasinya buruk.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Ahmad Rony (Kepala Pelaksana BPBD Tebo), angkat bicara menjawab sorotan. Ia menegaskan bahwa status blacklist tidak berlaku surut (non-retroaktif).

“Sanksi tidak berlaku surut. Kontrak proyek ini dibuat sebelum tanggal penetapan sanksi, sehingga pekerjaan tetap bisa dilanjutkan,” ujar Rony, kepada wartawan belum lama ini.

Pernyataan ini merujuk pada Peraturan LKPP Nomor 4 Tahun 2021, yang mengatur bahwa penyedia yang dikenai daftar hitam tetap diperbolehkan menyelesaikan pekerjaan lain jika kontraknya ditandatangani sebelum sanksi dijatuhkan. PPK berdalih, kontrak proyek tanggul Pagar Puding sudah sah lebih dulu, sehingga tidak ada landasan hukum untuk membatalkannya sepihak pasca-sanksi.

Lebih lanjut, Ahmad Rony mengungkapkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Tebo, Unit Lelang Pengadaan (ULP), dan mengecek langsung laman resmi LKPP. Hasilnya, diputuskan proyek tetap dilanjutkan dengan catatan pelaksanaan harus sesuai kontrak dan aturan hingga masa pemeliharaan usai.

Ia juga memastikan sistem LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) akan otomatis menolak peserta lelang yang berstatus blacklist. “Jika blacklist berlaku sebelum tender, maka sistem akan menolak. Tapi dalam kasus ini, tender dan kontrak sudah selesai sebelum sanksi dijatuhkan,” jelasnya.

Rekam Jejak PBB dan Proyek Tanggul Puding

Penelusuran Jambi Link menguak jejak hitam PT Pulau Bintan Bestari jauh sebelum kasus di Tebo. Ternyata, perusahaan konstruksi ini sudah pernah masuk daftar hitam nasional tahun 2023 terkait proyek pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) UPTP Pekanbaru senilai Rp 20 miliar.

Sanksi blacklist 2023 tersebut berlangsung 23 Januari 2023 hingga 22 Januari 2024. Dengan kata lain, hanya beberapa bulan setelah lepas dari blacklist lama, PBB kembali tersandung gagal proyek besar (Politeknik Pelayaran Sumbar) yang berujung blacklist kedua pada Mei 2025. Polanya berulang, PBB gagal menuntaskan proyek bernilai puluhan miliar di berbagai daerah.

Tak hanya soal kinerja proyek, PT Pulau Bintan Bestari juga terbelit kasus hukum. Rekanan kerja PBB dalam proyek Politeknik Pelayaran Sumbar (PT Orang Kaya Tua) melaporkan PBB secara pidana ke Polda Sumatera Barat pada Mei 2025. Laporan polisi LP/B/90/V/2025/SPKT itu menjadikan Direktur Utama PT PBB sebagai terlapor, dengan dugaan penggelapan dana proyek, tidak membayar tenaga kerja, serta pelanggaran perjanjian kerja sama.

Setelah isu blacklist mencuat, proyek Rehabilitasi Tanggul Pagar Puding tetap berjalan di lapangan. Pada awal Juni 2025, Ahmad Rony menegaskan kepada media bahwa pekerjaan tetap dilanjutkan dengan pengawasan ketat berbagai pihak agar sesuai standar dan bermanfaat bagi masyarakat.

Di lokasi proyek, perkembangan justru lamban. Hingga pertengahan Juli 2025 (sekitar 2,5 bulan pelaksanaan), progres fisik baru mencapai ±37%. Wakil Bupati Tebo, Nazar Efendi, berharap proyek tanggul sebagai upaya pengendalian banjir ini dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai spesifikasi. Nazar menekankan pentingnya kualitas karena tanggul ini menyangkut perlindungan permukiman warga.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.