Gandum Pertama dari Lereng Kerinci

WIB
IST

Oleh:

*Awin Sutan Mudo

Gandum. Akan ditanam. Di Kerinci.

Saya ulangi. Gandum. Akan ditanam. Di Kerinci. Di Jambi. Di Indonesia.

Kalimat itu tak pernah ada di buku pelajaran kita. Tak pernah juga terpikir oleh akademisi. Apalagi oleh petani. Tapi pekan ini, saya mendengarnya langsung. Menteri Pertanian datang ke Kerinci. Untuk menanam padi. Namun yang paling mengejutkan bukan itu.

Yang mengejutkan adalah rencananya. Bahwa Kerinci akan dijadikan proyek percontohan nasional untuk pengembangan tanaman gandum. Seluas 200 hektare. Ide itu diumumkan langsung oleh Menteri Andi Amran Sulaiman. Dan sontak mengagetkan semua orang. Bahkan para pejabat di Jambi pun terdiam.

Sejak republik ini merdeka, belum pernah ada yang berpikir bahwa gandum bisa ditanam di negeri tropis seperti kita. Sepanjang sejarah dunia, tak ada negara khatulistiwa yang serius menanam gandum. Tapi sekarang, itu sedang direncanakan. Dari Jambi. Dari lereng Gunung Kerinci. Dari ketinggian 800 meter lebih di atas permukaan laut.

Saya mendengar orang menyebutnya proyek gila. Saya setuju. Tapi justru karena gilalah, proyek ini layak diperhatikan.

Karena kita sudah terlalu lama waras dalam keterbatasan. Terlalu lama tunduk pada padi, pada beras, pada impor. Padahal, di dapur-dapur kita, tak hanya nasi yang dimasak. Ada mie instan. Ada mie pangsit. Ada roti. Ada biskuit. Semuanya dari gandum. Dan semuanya impor.

Kita impor puluhan juta ton gandum tiap tahun. Dari Australia, Kanada, Rusia. Kita ini konsumen gandum nomor dua terbesar di dunia. Tapi tak punya ladang satu hektare pun untuk menanamnya. Itulah waras versi lama.

Maka ketika Pak Menteri datang ke Desa Koto Periang, Kecamatan Danau Kerinci, bukan dengan jas, tapi dengan lengan digulung, saya tahu ini bukan sekadar pencitraan. Ia menanam padi. Bersama petani. Di kaki Gunung Kerinci yang dingin dan segar.

Bersamanya ada Gubernur Jambi, Al Haris. Tidak orasi. Tidak pidato panjang. Tapi hadir penuh dari pagi hingga malam. Dari sawah hingga forum Rakor Swasembada Pangan di Sungai Penuh malamnya. Di forum itu, Pak Gubernur membuka data, Jambi punya ribuan hektare dataran tinggi yang selama ini hanya ditanami teh dan kentang.

Gandum? Ini benar-benar ide gila.

Semuanya diam. Di dalam hati, mereka bertanya-tanya.

Tapi….Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan di Kerinci, di mana lagi?

Kata bang Menteri, gandum ini bukan sembarang. Benihnya diseleksi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Indonesia ke Brasil dan Jordan. Disesuaikan dengan agroklimat tropis basah. Dan ditargetkan bisa menghasilkan hingga 9 ton per hektare. Gila? Mungkin. Tapi itulah cara semua perubahan dimulai.

Jadi, inilah rencananya. Proyek percontohan 200 hektare lahan gandum. Di Kerinci. Di Lempur. Di kawasan yang dingin, dengan tanah subur dan petani yang sudah terbiasa bertanam hortikultura.

Pak Gubenur Al Haris sempat bicara dengan seorang petani. Namanya Kasmir. Umurnya 58 tahun. Ia bilang: "Kalau bisa jadi, kami siap tanam banyak pak,”

Kalau berhasil, kata Pak Menteri, sejarah pertanian Indonesia harus diulang.

Maka saya bayangkan, di masa depan nanti, ketika anak-anak sekolah belajar soal sejarah pangan Indonesia, mereka akan membaca ini.

"Pada bulan Juli tahun 2025, Indonesia mengumumkan rencana menanam gandum untuk pertama kalinya. Bukan di Pulau Jawa. Tapi di Kerinci, Jambi. Sebuah tempat di mana keberanian tumbuh lebih dulu dari benih."

Saya tahu proyek ini bisa gagal. Tapi saya juga tahu, semua ide besar selalu dihantui kemungkinan gagal. Pesawat terbang dulu juga disebut mimpi. Sekarang jadi hal biasa.

Dan kalaupun nanti ternyata gandum tidak bisa tumbuh subur, kita tetap akan mencatat. Kita sudah mencoba. Dan itu lebih baik dari tidak pernah memulai sama sekali.

Kerinci kini bukan hanya menanam padi. Tapi sedang menanam kemungkinan. Menanam keberanian. Menanam sejarah.

Dan seperti yang selalu saya pelajari dari hidup, sejarah tak tumbuh dari kehati-hatian. Tapi dari keberanian pertama yang terlihat gila oleh orang-orang waras.(*)

*Penulis adalah jurnalis tinggal di Jambi

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

Baca Lainnya

Populer

Seru

IST 5 days ago | 0 komen
Al Haris dan 21 Detik Itu

BeritaSatu Network