1998 VS 2025, Bagaimana Nasib Prabowo?

WIB
IST

Rumah-rumah pejabat diserbu. Perkakas dapur ikut raib. Video berseliweran. Teriakan, lampu strobo, pagar yang jebol.

Di Bintaro, kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani dijarah. Di Kuningan, rumah Eko Patrio, anggota DPR, bernasib serupa. Di Tanjung Priok rumah politisi Nasdem Ahmad Sahroni juga dijarah. Termasuk rumah politisi Uya Kuya.

Presiden Prabowo langsung turun tangan. Polisi–TNI diminta berjaga. Lalu mengumumkan pemangkasan fasilitas DPR. Moratorium kunker ke Luar Negeri.

Di kepala publik, memori 1998 langsung terbuka. Trisakti. Mei yang terbakar. Rezim yang jatuh.

Apakah 2025 menuju arah yang sama?

Gerakan sosial tak lahir begitu saja. Dia harus memenuhi syarat. Mulai dari momentum, keretakan elit hingga mobilisasi sumber daya.

Gerakan sosial harus ada ketegangan struktural. Daya beli seret. PHK di mana-mana. Ada rasa timpang. Muncul narasi bersama, ketidakadilan elit.

Ada mobilisasi massa. Kampus, serikat pekerja dan lain-lain. Muncul pemicu. Ada kematian, kekerasan aparat. Dan celah kontrol. Negara gagap menanggapi. Itulah formula klasik yang berulang dari satu zaman ke zaman lain.

Pada 1998, semua unsur itu terjadi. Krisis moneter memelehkan dapur rakyat. Rupiah rontok. Harga meroket. Ekonomi porak-poranda. Ada Mobilisasi massa. Mahasiswa mengunci ritme, jaringan kampus menyatu.

Muncul Trigger. Trisakti, 12 Mei. Empat mahasiswa tewas ditembak. Jakarta meledak esoknya. Dukungan elite ke Soeharto retak. ABRI menahan diri. Kepercayaan terhadap rezim menipis.

Bagaimana 2025?

Hingga tulisan ini dibuat, pola itu nampak. Tapi dengan variabel berbeda. Muncul amarah atas tunjangan rumah DPR di tengah harga naik. Pajak terasa berat.  Dan pasar kerja seret. 

Ada mobilisasi massa lintas kota. Lintas kelas. Mahasiswa. Ojol. Hingga anak STM. Seruan medsos mempercepat sebar.

Ada triger laiknya Trisakti. Affan Kurniawan, 21 tahun, tewas tertabrak kendaraan polisi. Api merambat ke penjarahan rumah pejabat.

Tapi…ada perbedaan mencolok.

Skala krisis ekonomi. 1998, ekonomi collapse. 2025, ekonomi berat, tapi bukan ambruk. Pasar keok saat puncak protes. Tapi negara tak lumpuh. 

Legitimasi politik. 1998, rezim otoriter 32 tahun kehabisan modal sosial. 2025, presiden baru, hasil pemilu. Legitimasi elektoral masih bekerja.

Sasaran gerakan. 1998, satu alamat. Soeharto dan Orde Baru. 2025, fokus awal ke DPR (ucapan anggota), baru merembet ke pemerintah. Target terpecah. Tidak tunggal.

Kontrol dan konsesi. 1998, kontrol rezim runtuh. Elite pecah. 2025, kontrol relatif solid. Konsesi cepat. Partai menghukum kader yang memicu bara.

Mengapa Rumah Dijarah?

Penjarahan jarang lahir dari ide. Ia lahir dari rasa ketimpangan yang jadi daging. Ketika ucapan pejabat terdengar pongah, ketika angka tunjangan dibandingkan isi dompet rakyat, moral economy publik retak.

Rumah pejabat berubah dari alamat pribadi menjadi simbol. Simbol itu dihantam. Kasus Sri Mulyani, Ahmad Sahroni, Uya Kuya dan Eko Patrio jadi tontonan nasional. Bukan karena televisi, tapi karena kamera ponsel. 

Efeknya ganda. Menekan pemerintah membuat koreksi cepat. Sekaligus memberi amunisi bagi aparat untuk menormalisasi tindakan keras.

Di sini, 2025 berbeda dari 1998.

Apakah 2025 Bisa Menjatuhkan Presiden?

Jujur. bisa.

 Jika tiga hal terjadi serempak.

Pertama, kalau krisis naik kelas. Harga memburuk, pengangguran melonjak, layanan publik macet.

Kedua kalau elite retak. Partai koalisi pecah, figur kunci menyeberang.

Ketiga jika triger Affan membesar. Hingga mengikat simpati nasional. Lalu mengubah simpati pasif menjadi massa aktif di jutaan kepala.

Saat ini?

Belum.

Presiden membalik kebijakan fasilitas DPR. Memanggil para ketua partai. Mengerahkan aparat. Dan menegaskan garis hukum.

Kontrol politik Presiden Prabowo masih sangat kuat. Bahkan sedang berada di puncak. Elit solid. Tidak ada oposisi. Tentara solid di barisan Prabowo. Berbeda jauh dengan 1998.

1998 itu ledakan. 2025 ini teguran keras. Yang satu mengganti bab, yang satu mengancam merobek halaman.

Mirip. Tapi tak sama. 

Tak tampak ada gejala Prabowo akan jatuh.(*)

MUAWWIN MM

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.