Satu unit alat berat jenis ekskavator milik H Hurmin, Bupati Sarolangun, Provinsi Jambi, sempat dicegat dan ditahan sekelompok warga di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan. Insiden yang terjadi pekan ini berlangsung di tengah memuncaknya ketegangan akibat maraknya penambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Muratara. Berikut kronologi lengkap yang disusun tim Jambi Link dari kejadian itu.
Awal ketegangan bermula dari keresahan warga Muratara terhadap aktivitas PETI di daerah Rawas Ulu yang mencemari Sungai Rawas. Ratusan warga dari Kecamatan Rawas Ulu menggelar aksi protes pada 13 Juni 2025 di depan Kantor Camat Rawas Ulu, Kelurahan Surulangun.
Mereka menuntut pemerintah Kabupaten Muratara menghentikan aktivitas penambangan emas yang diduga ilegal di Rawas Ulu, serta mengeluarkan alat-alat berat yang masih beroperasi di lokasi tambang tersebut. Warga memblokir Jalan Lintas Sumatera di simpang tiga Pasar Surulangun dengan membakar ban, menyebabkan kemacetan hingga 7 km.
Bupati Muratara Devi Suhartoni turun langsung menemui massa untuk mendengar aspirasi mereka. Situasi sempat memanas ketika beberapa pengunjuk rasa menyoraki Bupati dan bahkan ada yang melempar batu ke arahnya.
Bupati Devi tersulut emosi dan berusaha mendatangi provokator, namun aparat kepolisian segera menenangkan keadaan. Setelah insiden kecil itu, Bupati bersama perwakilan warga dan polisi melakukan mediasi. Sekitar pukul 11.00 WIB, blokade jalan dibuka setelah dicapai kesepakatan bahwa Pemkab Muratara dan Polres Muratara akan menindaklanjuti tuntutan warga dengan menghentikan tambang emas ilegal dan menarik seluruh alat berat dari lokasi tambang.
“Pihak Pemkab dan Polres Muratara akan segera menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan menghentikan aktivitas tambang dan akan mengeluarkan alat berat di lokasi tambang tersebut,” ujar Kasat Intelkam Polres Muratara Iptu Baitul Ulum menjelaskan hasil mediasi.
Langkah ini ditempuh mengingat aktivitas PETI telah mengakibatkan air Sungai Rawas menjadi keruh dan kotor, padahal banyak warga setempat masih bergantung pada sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
Pasca demo 13 Juni 2025, aparat dan pemerintah bergerak memenuhi janji. Pada 17 Juni 2025, pemilik tambang ilegal di Rawas Ulu mulai mengeluarkan alat-alat berat mereka dari lokasi. Tercatat empat unit ekskavator telah dikeluarkan dari lokasi tambang emas ilegal di Kecamatan Ulu Rawas/Rawas Ulu sebagai tindak lanjut tuntutan warga.
Proses evakuasi alat berat itu dipantau Polsek Rawas Ulu. Satu unit ekskavator misalnya keluar lokasi tambang pada 17 Juni siang dengan diangkut truk trailer (self-loader) hingga ke jalan raya tanpa hambatan. Pihak kepolisian menyatakan akan terus memonitor pengeluaran alat-alat berat lain dari kawasan tambang ilegal tersebut.
Meski beberapa alat berat sudah ditarik, aktivitas PETI belum sepenuhnya berhenti. Penertiban berlanjut secara persuasif maupun represif. Pada 27 Juni 2025, tim Polres Muratara menggerebek sebuah lokasi tambang emas ilegal di Desa Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu.
Di sana, polisi menemukan sebuah ekskavator merek SANY yang telah ditinggalkan oleh penambang – komponen CPU dan sistem komputernya dilepas diduga untuk menghilangkan jejak – dan kemudian menyita alat berat tersebut sebagai barang bukti.
Kapolres Muratara AKBP Rendy Surya Aditama menegaskan operasi penindakan akan terus digencarkan dan pihaknya tidak akan mentolerir praktik tambang emas ilegal yang merusak ekosistem di wilayahnya. Ia mengimbau masyarakat agar tidak terlibat PETI dan segera melapor kepada polisi jika mengetahui aktivitas tambang ilegal.
Langkah-langkah persuasif juga diambil, seperti Polda Jambi yang mengawal 34 alat berat keluar dari lokasi PETI di perbatasan Sarolangun-Muratara sebagai upaya meredakan konflik lintas wilayah.
Memasuki bulan Juli 2025, situasi di Muratara tetap tegang. Warga menilai masih ada aktivitas PETI tersisa atau berulang. Sehingga beberapa kelompok masyarakat mulai bertindak lebih jauh. Pada Jumat, 11 Juli 2025, Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Rawas melakukan aksi sweeping atau razia mandiri.
Sekitar 20 warga asal Kelurahan dan Desa Surulangun berkumpul di Jembatan Telikang, Desa Sungai Baung, Rawas Ulu, sejak pukul 10.00 WIB untuk menghentikan kendaraan yang diduga membawa peralatan tambang menuju Kecamatan Ulu Rawas. Namun hingga menjelang siang tak ada truk atau mobil mencurigakan yang melintas.
Situasi berubah drastis sekitar pukul 11.45 WIB. Karena tidak menemukan kendaraan target, massa kemudian bergerak melakukan razia langsung ke lokasi tambang. Di Desa Jangkat, mereka menemukan satu unit ekskavator yang diduga dipakai untuk PETI. Dengan emosi meluap, massa membakar ekskavator tersebut sebagai bentuk protes atas tambang emas liar yang dianggap merusak lingkungan.
Aksi main hakim sendiri ini sontak menyulut reaksi keras dari warga Desa Jangkat pemilik/penjaga alat berat. Puluhan penduduk Jangkat mendatangi lokasi. Nyaris terjadi bentrokan dengan kelompok massa Surulangun yang telah membakar alat berat mereka.
Sempat tersiar kabar warga Jangkat menantang massa Surulangun untuk sekalian membakar alat berat lain di Desa Pulau Kidak jika ingin diizinkan keluar dari wilayah Jangkat dengan selamat.
Menyadari potensi konflik antar-kampung, aparat keamanan bergerak cepat. Pasukan Brimob Polda Sumsel tiba di Desa Jangkat pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB untuk mencegah bentrokan warga Surulangun vs Jangkat.
Polres Muratara turut mengamankan 15 orang warga Surulangun pelaku pembakaran ekskavator tersebut untuk keselamatan mereka, untuk menghindari amuk warga Jangkat. Massa dari Surulangun lainnya yang hendak menyusul ke lokasi berhasil dihalau polisi agar tak terjadi bentrok meluas.
Situasi sempat memanas di perjalanan ketika konvoi pengawalan polisi yang membawa 15 warga Surulangun itu dihadang blokade ban terbakar di perbatasan Desa Sukomoro dan Sungai Baung pukul 17.30 WIB. Blokade kedua dari tumpukan pasir dan batu oleh kelompok warga Surulangun lain terjadi menjelang maghrib karena beredar isu para pembakar ekskavator ditangkap polisi.
Setelah negosiasi alot, akhirnya disepakati 15 warga tersebut dilepaskan di tempat demi meredakan kemarahan massa. Sekitar pukul 19.00 WIB, di Kantor Camat Rawas Ulu, aparat menyerahkan kelima belas orang itu kepada perwakilan masyarakat Surulangun, disaksikan anggota DPRD Muratara, untuk dibawa pulang ke desanya.
Blokade jalan pun dibuka, dan situasi berangsur kondusif kembali pada pukul 21.00 WIB malam itu. Aparat memastikan tak ada korban jiwa dalam kericuhan ini. Meski para pelaku pembakaran ekskavator sempat diamankan, akhirnya mereka tidak diproses hukum demi menjaga perdamaian antar-warga. Itu mengingat tindakan mereka berawal dari niat memprotes tambang ilegal yang merusak lingkungan. Insiden 11 Juli ini menandai puncak kemarahan warga Muratara terhadap PETI, sekaligus menunjukkan betapa sensitif dan berbahayanya situasi di lapangan.
Ekskavator Milik Bupati Sarolangun Dicegat Warga
Hanya beberapa hari setelah kericuhan pembakaran alat berat, beredar kabar mengejutkan yang menyeret nama Bupati Sarolangun. Selasa malam, 15 Juli 2025, sebuah video tersebar luas di media sosial memperlihatkan warga Muratara menghadang satu unit ekskavator yang hendak keluar dari wilayah Rawas Ulu.
Dalam video itu disebut-sebut bahwa alat berat tersebut milik Bupati Sarolangun, H. Hurmin.
Sopir alat berat tersebut, dalam video yang viral, menyebut nama Bupati Sarolangun sebagai pemilik alat. "Ini alatnya Pak Bupati Sarolangun H. Hurmin," ujar sopir dalam video yang ramai beredar di media sosial.
Kejadian penahanan ekskavator “milik pejabat” ini sontak menjadi sorotan, mengingat konteks Muratara yang tengah panas soal PETI.
Menurut informasi yang beredar, pada hari itu sekelompok warga di Rawas Ulu kembali melakukan razia di lapangan pasca kerusuhan sebelumnya. Mereka menjumpai sebuah alat berat sedang dibawa keluar dari area hutan di Desa Pangkalan, Rawas Ulu, sehingga dicurigai berasal dari lokasi tambang emas ilegal.
Mengetahui hal itu, warga segera mencegat laju alat berat tersebut dan menahannya. Belakangan terungkap bahwa ekskavator tersebut benar adalah milik pribadi Bupati Sarolangun, Jambi, yakni H. Hurmin.
“Akibatnya, warga marah dan merazia sejumlah alat berat yang beroperasi di kawasan tersebut. Dalam aksinya, warga menahan 1 unit alat berat milik Bupati Kabupaten Sarolangun, Jambi, H. Hurmin karena melihat (alat itu) keluar dari lokasi tambang,” ujar salah seorang warga di lokasi. Insiden ini memperlihatkan kecurigaan warga Muratara yang begitu tinggi – setiap alat berat asing yang melintas langsung diasumsikan terkait PETI.
Kabar tertahannya ekskavator milik Bupati dari provinsi tetangga itu segera memicu kehebohan. Nama Bupati Sarolangun terseret dalam isu tambang emas ilegal di Muratara, seiring video penahanannya viral di media sosial.
Banyak warganet menduga Bupati Sarolangun terlibat bisnis PETI lintas wilayah dan ekskavatornya digunakan untuk menambang emas secara ilegal. Tuduhan ini kian sensasional mengingat posisi H. Hurmin sebagai Bupati Sarolangun yang baru saja dilantik. Isu “alat berat Bupati bermain PETI” itu menggelinding deras dan menjadi bahan perbincangan hangat di tengah publik Muratara dan Sarolangun.
Untuk Steking Lahan, Bukan PETI
Menanggapi simpang-siurnya tudingan itu, pihak Bupati Sarolangun segera memberikan klarifikasi resmi. Zubbi Manto Ahmadi, selaku perwakilan yang mengelola alat berat milik Bupati Sarolangun H. Hurmin, menegaskan isu yang menyeret nama orang nomor satu di Sarolangun itu tidak benar.
Ia menjelaskan bahwa ekskavator tersebut sama sekali tidak digunakan untuk aktivitas PETI, melainkan untuk pekerjaan “steking” atau pembukaan lahan di wilayah Desa Pangkalan, Kecamatan Rawas Ulu, Muratara. Dengan kata lain, alat berat itu berada di Muratara untuk keperluan legal membuka lahan perkebunan masyarakat, bukan menambang emas ilegal.
Sebagai bukti, Zubbi Manto membeberkan data dan dokumentasi pendukung. Kegiatan land clearing itu telah berlangsung sekitar dua bulan di lahan masyarakat sekitar area perusahaan PT Agro di Desa Pangkalan.
“Alat itu kan steking lahan di Desa Pangkalan, kamera GPS, foto dan video ada, dari HM (hour meter) 40 sampai 60-an hektare, di mana alat itu sudah bekerja sekitar dua bulan. Kita steking lahan masyarakat di sana, dekat PT Agro,” paparnya.
Pihaknya mengaku memiliki dokumentasi foto dengan koordinat GPS, serta catatan Hour Meter (HM) operasi ekskavator yang menunjukkan jam kerja normal untuk pembukaan lahan, bukan aktivitas tambang.
Zubbi Manto menegaskan alat berat itu tepatnya di Desa Pangkalan dalam rangka steking lahan.
"Itu dibuktikan dengan foto-foto GPS yang ada di lapangan, dan tidak ada yang namanya main PETI, atau main alat dompeng,” ujarnya. Pernyataan tegas ini sekaligus meluruskan misinformasi yang terlanjur beredar luas.
Manto juga membenarkan bahwa ekskavator tersebut memang sempat ditahan oleh warga Muratara, persis seperti tergambar dalam video viral pada Selasa (15/7) malam. Warga mengira alat tersebut baru keluar dari tambang emas ilegal, namun kecurigaan itu segera dijawab dengan pembuktian di tempat.
Tim pengelola alat berat Bupati Sarolangun langsung menunjukkan bukti-bukti bahwa rute dan lokasi kerja ekskavator tidak berasal dari tambang emas terlarang. Bahkan, mereka menghubungi Kepala Desa Pangkalan via telepon saat itu juga untuk mengonfirmasi kegiatan alat berat di desanya.
Setelah mendengar penjelasan dari Kades Pangkalan dan melihat bukti dokumentasi di lapangan, warga pun akhirnya percaya bahwa ekskavator tersebut benar sedang melakukan pekerjaan pembukaan lahan, bukan keluar dari lokasi PETI.
Begitu kesalahpahaman teratasi, disepakati solusi damai. Mengingat situasi di Muratara masih “panas” terkait isu tambang emas ilegal, kedua belah pihak sepakat menarik kembali ekskavator itu ke Sarolangun usai selesai pekerjaannya di Pangkalan.
“Alat sudah balik ke gudang Sarolangun. Memang sempat ditahan karena disangka keluar dari tambang,” ungkap Manto, seraya menunjukkan surat kontrak kerja sama dengan pihak Desa Pangkalan sebagai bukti legalitas.
Penarikan alat berat itu dilakukan demi meredakan kegelisahan warga dan mencegah timbulnya provokasi lanjutan. Pihak Bupati Sarolangun juga mengimbau masyarakat Muratara agar tidak mudah termakan isu yang belum terkonfirmasi.
“Jangan sampai termakan isu yang tidak benar… Muatan yang viral itu harus ada bukti, dan kita juga punya bukti. Melihat HM sekian itu bisa kita lihat kerjanya di mana,” kata Manto, meminta warga lebih bijak menyikapi informasi.
Respons Pemerintah Muratara Permintaan Maaf Warga
Di lain pihak, pemerintah dan tokoh masyarakat Muratara turut memberikan klarifikasi serta menenangkan keadaan pasca insiden alat berat Bupati Sarolangun ini. Abdul Aziz, seorang perwakilan warga Muratara, secara terbuka menyampaikan permohonan maaf atas kesalahpahaman yang terjadi.
Dalam pernyataannya pada 16 Juli 2025, Abdul Aziz meminta maaf kepada Bupati Sarolangun H. Hurmin atas viralnya video penahanan ekskavator tersebut.
“Atas nama masyarakat Muratara, (kami) menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada Bupati Sarolangun bahwa tidak ada niatan untuk menjelekkan Bupati Sarolangun, tetapi murni kesimpangsiuran informasi di tengah hiruk-pikuk di lapangan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, situasi Muratara yang sedang gaduh oleh dua kali gelombang demo soal PETI membuat warga sangat sensitif. Masyarakat menjadi curiga (suuzan) setiap melihat ada alat berat di wilayah mereka karena dikira akan dipakai untuk tambang emas ilegal.
“Di tengah suasana yang memang hiruk pikuk di Muratara ini masalah PETI... masyarakat menduga alat Bupati ini digunakan untuk PETI dan tersebarlah begitu luas, apalagi beliau seorang pejabat publik,” tutur Abdul Aziz mengenai cepatnya asumsi tersebut menyebar di media sosial.
Setelah melakukan cross-check dan mendapatkan informasi sebenarnya, tokoh masyarakat setempat pun berupaya meluruskan isu. Abdul Aziz mengaku lega bahwa telah ditemukan titik terang. Alat berat milik H. Hurmin bukan digunakan untuk PETI, melainkan untuk steking lahan perkebunan masyarakat.
Ia menyebut seorang tokoh masyarakat Muratara lain, Haji Rudi dari Simpang Nibung, yang telah memberikan klarifikasi bahwa benar ekskavator itu milik Bupati Sarolangun namun dipakai untuk keperluan perkebunan, bukan menambang emas.
“Kami yakini informasi Haji Rudi benar, dengan dokumentasi di perkebunan yang sedang dikerjakan,” imbuh Abdul Aziz.
Ia juga memahami mengapa kesalahpahaman ini bisa terjadi. Sejumlah warga selama ini berjaga dan mengawasi pergerakan alat berat di kawasan Rawas Ulu. Sehingga ketika melihat ekskavator besar melintas, spontan muncul kecurigaan di tengah kondisi psikologis masyarakat yang masih tegang.
Pemerintah Kabupaten Muratara pun menyambut baik klarifikasi tersebut. Aparat kecamatan dan desa yang terlibat berjanji akan meningkatkan koordinasi agar kejadian serupa tak terulang. Pihak Polres Muratara menegaskan tetap berkomitmen menindak tegas PETI, sembari memastikan tidak ada alat berat legal yang disalahartikan oleh warga.
Kapolres AKBP Rendy Surya Aditama menyampaikan bahwa operasi pemberantasan tambang emas ilegal akan dilakukan menyeluruh dan berkelanjutan, terutama di wilayah rawan seperti Rawas Ulu dan Ulu Rawas.
“Kami akan terus melaksanakan penindakan... agar aliran sungai di Muratara... tetap bersih,” ujarnya, sembari meminta masyarakat proaktif melapor jika melihat aktivitas mencurigakan.
Dengan klarifikasi lengkap dan itikad baik dari kedua belah pihak, insiden ekskavator Bupati Sarolangun yang dicegat di Muratara berhasil diselesaikan secara damai. Warga kini memahami bahwa alat berat tersebut hanya melintas usai membuka lahan dan bukan bagian dari PETI.
Sementara itu, isu tambang emas ilegal di Muratara terus ditangani oleh aparat penegak hukum dan pemerintah setempat.
Bupati Sarolangun H. Hurmin Bantah Isu Alat Beratnya Terlibat PETI di Muratara: “Demi Allah, Itu Bukan untuk Tambang Emas”
H. Hurmin, Bupati Sarolangun langsung bersuara dan memberikan klarifikasi ihwal alat beratnya itu.
"Kalau soal kepemilikan alat tersebut, ya memang benar itu alat saya. Tapi, demi Allah, itu bukan untuk aktivitas PETI. Alat itu dipakai ada kontrak kerjasamanya," ujar H. Hurmin.
Menurut H. Hurmin, alat berat miliknya memang disewa oleh warga setempat untuk kegiatan pembersihan atau steking lahan kebun, bukan untuk aktivitas tambang ilegal seperti yang ramai diberitakan.
“Kecil nian urusannya kalau saya mau main PETI harus ke Muratara, tidak mungkin la,” ujarnya, menepis tuduhan yang berkembang liar di media sosial.
Ia menyebut, saat ini alat berat tersebut sudah ditarik kembali ke Sarolangun, karena situasi di wilayah perbatasan memang sedang memanas terkait isu tambang ilegal.
Klarifikasi ini penting disampaikan karena sejumlah media di Kabupaten Muratara menampilkan narasi bahwa alat berat yang disebut milik pejabat asal Jambi “ditahan warga” karena keluar dari lokasi tambang ilegal. Namun tidak ada bukti yang mengarah langsung pada keterlibatan alat tersebut dalam aktivitas tambang.
Sementara di lapangan, aktivitas steking lahan memang umum dilakukan menjelang pembukaan kebun, terutama oleh pemilik lahan yang menyewa alat berat dari luar daerah.
H. Hurmin berharap pemberitaan media maupun informasi di media sosial bisa lebih berimbang dan tidak tendensius.
"Sekarang alatnya sudah balik ke Sarolangun. Kita tahu situasi di daerah itu memang sedang panas soal PETI, makanya kita tarik. Tapi saya tegaskan, itu bukan untuk tambang," pungkasnya.(*)
Add new comment