Di malam penutupan Kejurnas Angkat Besi 2025, ketika panggung GOR Universitas Negeri Yogyakarta mulai disapu petugas kebersihan dan bangku penonton makin kosong, seorang pelatih tua dari Jambi berdiri di sudut tribun. Tangannya menggenggam lembaran kertas lusuh—catatan latihan anak-anak asuhnya. Di matanya ada gurat haru, di bibirnya hanya senyum tipis. Tak ada kamera yang mengarah padanya. Tak ada reporter yang meminta wawancara.
Padahal, dari sudut senyap itulah lahir sebuah kejutan besar: Provinsi Jambi dinobatkan sebagai juara umum Kejurnas Angkat Besi 2025. Jambi, dengan atlet-atlet handalnya, sukses menyabet tujuh medali emas, melampaui Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Jawa Timur.
Jambi meraih empat medali emas dari sektor putri, dan tiga emas dari sektor putra. Sehingga menempatkan mereka di puncak klasemen dari total 24 provinsi peserta. Tak ada perayaan besar. Tak ada kirab atlet. Tak ada karangan bunga.
“Kita tidak hanya latih otot, tapi juga sistem. Program kita dimulai dari desa,” ungkap seorang pengurus PABSI Jambi kepada Jambi Link. Ia meminta identitasnya disamarkan, bukan karena takut, tapi karena terbiasa bekerja di balik layar.
Sementara nama-nama seperti Ricko Saputra dari Papua dan Luluk Diana dari Jawa Timur merajai headline sebagai lifter terbaik nasional, keberhasilan Jambi justru tidak masuk ke daftar “cerita besar”. Padahal mereka-lah yang mengubah peta kekuatan nasional.
Keberhasilan ini seperti gempa tanpa suara. Jambi tak punya pelatnas. Tak punya pusat pelatihan berstandar internasional. Tapi, mereka punya sesuatu yang tak dimiliki provinsi besar, disiplin, pelatih kampung, dan sistem desentralisasi.
“Kami latih dari bawah. Anak-anak kami bukan produk elite. Mereka kenal besi lebih dulu daripada kamera,” kata seorang pelatih senior Jambi.
Model pelatihan ini kontras dengan provinsi-provinsi lain yang mengandalkan transfer atlet, sponsor besar, dan glorifikasi event. Di saat daerah lain menyiapkan podium, Jambi menyiapkan dasar.
Perolehan Medali
Provinsi | Emas | Perak | Perunggu |
---|---|---|---|
Jambi | 7 | – | – |
Jawa Barat | 6 | 3 | 3 |
Jawa Tengah | 6 | 3 | – |
Papua | 5 | – | 2 |
Jawa Timur | 4 | 2 | 2 |
- Jumlah peserta: 84 atlet dari 24 provinsi
- Format baru: Sesuai aturan IWF yang akan berlaku mulai 1 Juni 2025
- Adaptasi tercepat: Jambi, dengan respon sistemik pelatih dan atlet terhadap shifting kategori kelas
“Kenapa provinsi seperti Jambi bisa juara umum? Karena mereka bermain di belakang layar. Diam, tapi disiplin,” ujar seorang pejabat PABSI Pusat.
“Kami kehilangan banyak atlet karena dipinang provinsi lain. Tapi kami tak menyerah. Kami tetap bangun dari bawah,” ucap pelatih Jambi, yang mengaku sering tak diundang dalam forum nasional.
Ada aroma sinisme dari kalangan pusat. Seolah kemenangan dari pinggiran tak dianggap sebagai capaian sistemik, melainkan ‘keberuntungan’. Tapi kenyataannya, Jambi membangun itu bertahun-tahun—dengan keringat, bukan dengan narasi.
Jambi menulis ceritanya sendiri. Tanpa sorotan nasional. Tanpa dana luar biasa. Tapi penuh dedikasi dari pelatih-pelatih dusun yang tahu cara melatih lebih baik daripada berbicara di konferensi pers.(*)
Add new comment