Mega proyek pembangunan sekolah di Tanjab Barat menuai polemik. Pekerja proyek melaporkan PT Bumi Delta Hatten ke Disnaker karena upah yang belum dibayar. Anggaran proyek mencapai ratusan miliar rupiah.
***
Pembangunan mega proyek yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023-2024 tengah menjadi sorotan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Proyek besar ini, yang menghabiskan anggaran hingga ratusan miliar rupiah, bertujuan untuk membangun sejumlah sekolah dasar dan menengah di wilayah tersebut. Namun, proyek ini tidak hanya menghadirkan harapan tetapi juga menimbulkan polemik serius.
Proyek ini dilaksanakan oleh PT Bumi Delta Hatten, sebuah perusahaan yang dipercaya untuk membangun beberapa gedung Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Tanjab Barat. Sayangnya, laporan mengenai upah pekerja yang belum dibayar oleh pihak rekanan mulai mencuat ke permukaan. Puluhan pekerja yang terlibat dalam proyek ini akhirnya melaporkan masalah tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Tanjab Barat.
Eko Suwelo, Kepala Disnaker Tanjab Barat, membenarkan adanya laporan dari para pekerja terkait upah yang belum dibayar. "Benar, ada surat laporan terkait upah kerja yang belum dibayar dan kita terima secara resmi. Kami akan menindaklanjuti persoalan ini," kata Eko Suwelo singkat, menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini.
Proyek pembangunan ini menghabiskan anggaran sekitar Rp 69.241.255.000, sebuah angka yang mencengangkan dan diduga berasal dari aspirasi seorang anggota DPR RI dapil Jambi. Proyek ini melibatkan pembangunan beberapa sekolah yang meliputi:
- SDN 30 Betara Kiri
- SDN 35 Telusialang
- SDN 39 Tungkal I
- SDN 46 Bramitam Kanan
- SDN 56 Sungaidualap
- SDN 60 Parit Panglong
- SDN 62 Tungkal I
- SDN 93 Betara Kiri
- SDN 114 Betara Kiri
- SDN 145 Srimenanti
- SDN 152 Betara Kiri
- SDN 182 Telukkulbi
- SMP N 3 Kualatungkal
Meskipun proyek ini didorong oleh aspirasi politik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah, realitas di lapangan menunjukkan tantangan yang berbeda. Para pekerja yang seharusnya mendapatkan hak mereka atas kerja keras yang telah dilakukan malah harus berjuang untuk mendapatkan upah yang layak.
Isu ini bukan hanya menyoroti ketidakpuasan para pekerja tetapi juga memicu kekhawatiran tentang tata kelola proyek dan tanggung jawab pihak terkait dalam memastikan hak-hak pekerja terpenuhi. Para pekerja yang menggantungkan hidup mereka pada proyek ini kini merasa dikhianati.
Langkah Disnaker Tanjab Barat dalam menangani laporan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para pekerja. Diharapkan juga akan ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang adil dan tepat waktu.
Kasus ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan yang dialami oleh para pekerja tetapi juga menjadi cerminan bagi semua pihak terkait untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pelaksanaan proyek besar agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Proyek pembangunan yang seharusnya menjadi tonggak kemajuan pendidikan di Tanjab Barat kini menjadi ajang polemik. Apakah polemik ini akan berakhir dengan penyelesaian yang memuaskan ataukah akan terus menjadi catatan hitam dalam perjalanan pembangunan di wilayah tersebut, semuanya tergantung pada tindakan dan keputusan yang diambil selanjutnya.(*)
Add new comment