Oleh :
FAHMI RASID
LAM PROVINSI JAMBI
“digitalisasi bukanlah pohon asing yang ditanam tanpa tanah. Ia adalah akar baru yang sedang tumbuh, menancap dalam, dan memberi nutrisi bagi masa depan”
ADA SATU KENYATAAN YANG TAK TERBANTAHKAN : zaman selalu membawa wajah barunya sendiri. Jika dahulu kekuatan suatu daerah ditentukan oleh luas lahan, hasil bumi, atau jaringan perdagangan, maka hari ini kekuatan itu sangat ditopang oleh kemampuan beradaptasi dengan teknologi digital. Digitalisasi bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan fondasi baru yang menentukan arah masa depan. Ketika muncul kritik yang menyebut digitalisasi sebagai proyek tanpa akar, sesungguhnya yang sedang diperdebatkan bukanlah perlu atau tidaknya digitalisasi, melainkan bagaimana digitalisasi itu dijalankan. Sebab menolak digitalisasi sama saja menolak arus besar zaman yang tak mungkin dibendung.
Digitalisasi jangan dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai akar baru yang menancap di tanah kita untuk menopang pertumbuhan Jambi. Ia adalah jembatan yang mempertemukan kebutuhan lokal dengan peluang global. Di era persaingan antar daerah yang semakin ketat, mereka yang mampu memanfaatkan teknologi akan lebih cepat menjemput peluang. UMKM yang sebelumnya hanya menjual produk di pasar tradisional, kini dapat menembus pasar daring hingga lintas negara. Petani yang dulunya bergantung pada kabar tengkulak untuk menentukan harga, kini bisa memantau pasar melalui aplikasi digital. Pemerintah yang dahulu lambat karena birokrasi berbelit, kini bisa lebih gesit memberikan pelayanan berbasis elektronik. Semuanya membuka ruang baru bagi percepatan pembangunan.
Digitalisasi juga membawa janji besar dalam menciptakan efisiensi dan transparansi. Selama ini masyarakat sering mengeluh panjangnya antrean layanan administrasi dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk mengurus dokumen. Melalui digitalisasi, proses itu dapat dipangkas, biaya berkurang, dan kecepatan meningkat. Lebih dari itu, digitalisasi membuat setiap langkah birokrasi bisa ditelusuri dengan jelas, sehingga praktik-praktik gelap lebih mudah dicegah. Layanan yang terbuka dan akuntabel adalah dambaan semua warga, dan teknologi memberi peluang besar untuk mewujudkannya.
Namun digitalisasi bukan hanya soal teknologi. Ia harus berakar pada kebutuhan masyarakat. Berakar berarti menyerap kekuatan dari kearifan lokal, memahami kondisi geografis, serta menjawab realitas sosial, ekonomi. Digitalisasi yang benar-benar berakar akan memperkuat budaya lokal, memberdayakan masyarakat desa, dan membuka jalan bagi akses yang lebih merata. Lihatlah potensi Jambi : budaya batik yang khas, kopi Kerinci yang mendunia, hingga kekayaan wisata alam yang belum sepenuhnya tergarap. Semua itu bisa lebih dikenal luas dengan bantuan digital. Promosi budaya dan wisata melalui media sosial, pemasaran produk lokal lewat marketplace, hingga pembelajaran daring untuk daerah yang sulit dijangkau, adalah contoh nyata bagaimana digitalisasi tidak menghapus akar, tetapi justru menyuburkannya.
Kita juga tidak boleh lupa bahwa kunci utama digitalisasi adalah manusia. Teknologi secanggih apa pun akan sia-sia bila masyarakat tidak mampu menggunakannya. Literasi digital menjadi keharusan, terutama bagi generasi muda. Inilah bekal baru yang sama pentingnya dengan membaca dan berhitung. Generasi muda Jambi harus dipersiapkan bukan hanya sebagai pengguna pasif, tetapi juga sebagai inovator yang mampu melahirkan aplikasi, mengelola konten, dan memanfaatkan teknologi untuk kesejahteraan. Pendidikan dan pelatihan digital menjadi sangat penting agar tidak ada satu pun anak Jambi yang tertinggal dari arus global.
Dalam dunia pemerintahan modern, data adalah fondasi yang menentukan arah kebijakan. Tanpa data, kebijakan hanya akan seperti kapal berlayar tanpa kompas. Digitalisasi mempermudah pengumpulan data, mempercepat analisis, dan menyajikan informasi yang lebih relevan. Pemerintah dapat mengetahui dengan akurat berapa jumlah masyarakat miskin, daerah mana yang minim akses internet, hingga bagaimana perkembangan pendidikan di pedesaan. Dengan basis data yang kuat, kebijakan yang diambil pun bisa lebih tepat sasaran dan tidak lagi bersifat serampangan.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia pada tahun 2023 mencapai 5,90 dalam skala 0 sampai 10, meningkat dari 5,85 pada tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan kemajuan, meski masih menyisakan pekerjaan rumah dalam pemerataan akses antarwilayah. Dalam publikasi terbarunya, BPS menegaskan bahwa digitalisasi membawa dampak positif terhadap pendidikan, kesehatan, serta pertumbuhan ekonomi. Namun tantangan masih ada, mulai dari keterbatasan infrastruktur hingga rendahnya literasi digital di sebagian daerah. Di sisi lain, lembaga penelitian seperti CSIS menemukan bahwa sektor digital, terutama fintech dan e-commerce, telah berkontribusi nyata bagi perekonomian dengan membuka akses pasar yang lebih luas bagi UMKM. Fakta ini membuktikan bahwa digitalisasi adalah jalan yang tak bisa dihindari, tetapi juga harus dikelola dengan bijaksana.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi melalui publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jambi 2024 menyajikan beberapa indikator penting terkait penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Jambi. Publikasi ini mencakup data tentang akses internet rumah tangga, perangkat TIK di rumah, dan penggunaan internet oleh individu.
Dalam dokumen perencanaan RPJMD Provinsi Jambi 2025-2029, visi yang diusung adalah “Jambi Mantap, Berdaya Saing dan Berkelanjutan”. Di dalam misi dan sasaran-tujuannya, terdapat target terkait birokrasi berbasis digital, layanan publik yang digital, dan pemanfaatan digitalisasi dalam pemerintahan yang efektif dan efisien. Sebagai contoh, dalam sasaran “Memantapkan Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan Efisien”, terdapat indikator “Terwujudnya birokrasi yang berintegritas dan berbasis digital”. Indikator-sasaran lain adalah naiknya Indeks SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) dari kondisi awal di tahun 2024 ke kondisi yang ditargetkan di akhir RPJMD.
Data konkret menunjukan bahwa Pemerintah Provinsi Jambi sudah mulai melakukan perbaikan di layanan publik digital. Pemerintah terus mendorong ekosistem usaha dengan perluasan sistem pembayaran digital dan layanan digital lainnya sebagai bagian dari program percepatan infrastruktur digital untuk mendukung perekonomian dan layanan publik. Meskipun data spesifik nilai Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) untuk Provinsi Jambi dalam publikasi nasional belum secara eksplisit dipublikasikan dalam sumber yang saya temukan, posisi Jambi telah diakui berada dalam kategori “sedang” dalam laporan nasional, seiring dengan provinsi-provinsi lain yang berada di kisaran menengah dalam Indeks Pembangunan TIK.
Dalam konteks Jambi, digitalisasi membuka peluang besar. Administrasi kependudukan di kabupaten terpencil bisa dilakukan secara daring sehingga masyarakat tidak perlu menempuh perjalanan jauh. Produk-produk unggulan Jambi, dari kerajinan hingga hasil perkebunan, bisa dipasarkan secara global dengan biaya promosi yang murah. Pendidikan jarak jauh dapat menjangkau anak-anak di desa yang sulit diakses transportasi. Bahkan monitoring pembangunan jalan dan infrastruktur bisa dilakukan dengan sistem digital sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi secara langsung. Semua ini adalah bentuk nyata dari digitalisasi yang berakar, yang menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat.
Karena itu, ke depan digitalisasi harus dipandang sebagai akar baru yang menopang pohon besar bernama Provinsi Jambi. Ia tidak boleh hanya berhenti di ruang-ruang seminar atau laporan pembangunan, tetapi harus dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat kecil. Infrastruktur jaringan harus merata, pelatihan literasi digital harus terus dilakukan, dan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, swasta, serta masyarakat sipil perlu diperkuat. Regulasi juga harus menjamin bahwa digitalisasi tidak menimbulkan kesenjangan baru, melainkan menjadi jembatan pemerataan. Semua itu bisa dicapai bila ada visi yang kuat dan konsistensi kebijakan yang berpihak pada masyarakat.
Pada akhirnya, digitalisasi bukanlah pohon asing yang ditanam tanpa tanah. Ia adalah akar baru yang sedang tumbuh, menancap dalam, dan memberi nutrisi bagi masa depan. Kritik memang perlu untuk menjaga arah, tetapi menolak digitalisasi sama dengan menolak kesempatan untuk maju. Gubernur, aparatur, masyarakat, dan generasi muda Jambi memiliki peran yang sama pentingnya dalam memastikan bahwa digitalisasi menjadi milik semua orang. Dengan akar yang kokoh, pohon Jambi akan tumbuh lebih kuat, daunnya lebih rimbun, dan buahnya lebih manis bagi seluruh rakyatnya. Inilah jalan yang harus kita tempuh bersama, agar Jambi tidak hanya mengikuti arus zaman, tetapi juga menjadi bagian dari mereka yang mampu memimpin zaman.(*)
Add new comment